Metode Transportasi adalah
suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber – sumber yang
menyediakan produk – produk yang sama di tempat- tempat yang membutuhkan secara
optimal. Alokasi produk ini harus diatur sedemikian rupa karena terdapat
perbedaan biaya transportasi (alokasi) dari suatu sumber ke beberapa tujuan
yang berbeda – beda dan dari beberapa sumber ke suatu tujuan juga berbeda –
beda.
Ada
tiga macam metode dalam metode transportasi:
- 1. Metode Stepping
Stone
- 2. Metode
Modi (Modified Distribution)
- 3. MetodeVAM
(Vogel’s Approximation Method)
Pada
sesi ini hanya akan dibahas mengenai metode transportasi dengan metode stepping
stone, sedangkan metode MODI dan VAM akan dibahas pada sesi tulisan yang lain.
Metode Stepping
Stone
Metode ini dalam merubah alokasi produk untuk mendapatkan
alokasi produksi yang optimal menggunakan cara trial and error atau
coba – coba. Walaupun merubah alokasi dengan cara coba- coba, namun ada syarat
yang harus diperhatikan yaitu dengan melihat pengurangan biaya per unit yang
lebih besar dari pada penambahan biaya per unitnya
Metode Modi
Metode ini dalam merubah alokasi produk untuk mendapatkan
alokasi produksi yang optimal menggunakan suatu indeks perbaikan yang
berdasarkan pada nilai baris dan nilai kolom
Metode VAM
Teknik
pengerjaan pada metode ini berbeda dengan dua metode sebelumnya yaitu metode
transportasi Stepping Stone dan MODI dimana untuk mendapatkan
solusi yang optimal dilakukan berulang-ulang sampai kondisi optimal tersebut
terpenuhi. Sedangkan pada metoda VAM ini, sekali kita menentukan alokasi
pada satu cell maka alokasi tersebut tidak berubah lagi.
Defenisi Moda
Transfortasi Darat,Udara, Laut Dan Aplikasi pada setiap Moda
Moda transportasi
merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan alat angkut yang digunakan
untuk berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain. Moda yang biasanya
digunakan dalam transportasi dapat dikelompokkan atas moda yang berjalan di
darat, berlayar di perairan laut dan pedalaman, serta moda yang terbang di
udara. Moda yang di darat juga masih bisa dikelompokkan atas moda jalan, moda
kereta api dan moda pipa.
Indonesia sebagai negara
kepulauan yang tersebar dengan 17 ribuan pulau hanya bisa terhubungkan dengan
baik dengan sistem transportasi multi moda, tidak ada satu modapun yang bisa
berdiri sendiri, melainkan saling mengisi. Masing-masing moda mempunyai
keunggulan dibidangnya masing-masing. Pemerintah berfungsi untuk mengembangkan
keseluruh moda tersebut dalam rangka menciptakan sistem transportasi yang
efisien, efektif dan dapat digunakan secara aman dapat menempuh perjalanan
dengan cepat dan lancar.
Jaringan transportasi
dapat dibentuk oleh moda transportasi yang terlibat yang saling berhubungan
yang rangkai dalam Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Masing-masing moda
transportasi memiliki karakteristik teknis yang berbeda dan pemanfaatannya
disesuaikan dengan kondisi geografis daerah layanan.
Sistem Transportasi
Nasional (Sistranas) adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara
kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api,
transportasi sungai, danau, dan penyeberangan, transportasi laut serta
transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana,
kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan
perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif
dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus
berkembang secara dinamis
Moda darat
Jalan
Merupakan moda yang sangat kental dalam kehidupan kita sehari-hari
memenuhi kebutuhan transportasi. Moda jalan mempunyai fleksibilitas yang tinggi
sepanjang didukung dengan jaringan infrastruktur.
Kereta api
Merupakan moda yang digunakan pada koridor dengan jumlah
permintaan yang tinggi, dimana alat angkut kereta api yang berjalan diatas rel.
Moda kereta api tidak se fleksibel seperti moda jalan namun hanya dapat
digunakan bila didukung oleh jaringan infrastruktur rel kereta api.
Angkutan Pipa
Merupakan moda yang umumnya digunakan untuk bahan berbentuk cair
atau pun gas, pipa digelar diatas tanah, ditanam pada kedalaman tertentu di
tanah atau pun digelar melalui dasar laut.
Angkutan Gantung
merupakan moda yang biasanya dipakai untuk keperluan khusus.
Misalnya wisata dan bukan untuk keperluan sehari-hari.
Moda Laut
Karena sifat fisik air yang menyangkut daya apung dan gesekan yang
terbatas, maka pelayaran merupakan moda angkutan yang paling efektip untuk
angkutan barang jarak jauh barang dalam jumlah yang besar. Pelayaran dapat
berupa pelayaran paniai, pelayaran antar pulau, pelayaran samudra ataupun
pelayaran pedalaman melalui sungai atau pelayaran di danau. Didalam pelayaran
biaya terminal dan perawatan alur merupakan komponen biaya paling tinggi,
sedangkan biaya pelayarannya rendah. Ukuran kapal cenderung semakin besar pada
koridor-koridor pelayaran utama, dimana pada tahun 1960an ukuran kapal yang
paling besar mencapai 100.000 dwt tetapi sekarang sudah mulai digunakan kapal
tangker MV Knock Nevis[1] 650 ribu ton dengan panjang 458 meter, draft 24,6
meter.
Moda Udara
Moda transportasi udara mempunyai karakteristik kecepatan yang
tinggi dan dapat melakukan penetrasi sampai keseluruh wilayah yang tidak bisa
dijangkau oleh moda transportasi lain. Di Papua ada beberapa kota yang berada
di pedalaman yang hanya dapat dihubungkan dengan angkutan udara, sehingga papua
merupakan pulau dengan lebih dari 400 buah bandara/landasan pesawat/air
strip[2] dengan panjang landasan antara 800 sampai 900 meter. Perkembangan
industri angkutan udara nasional, Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi
geografis wilayah yang ada sebagai suatu negara kepulauan. Oleh karena itu,
Angkutan udara mempunyai peranan penting dalam memperkokoh kehidupan
berpolitik, pengembangan ekonomi, sosial budaya dan keamanan & pertahanan.
Kegiatan transportasi
udara terdiri atas : angkutan udara niaga yaitu angkutan udara untuk umum
dengan menarik bayaran, dan angkutan udara bukan niaga yaitu kegiatan angkutan
udara untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kegiatan pokoknya bukan di bidang
angkutan udara. Sebagai tulang punggung transportasi adalah angkutan udara
niaga berjadwal, sebagai penunjang adalah angkutan niaga tidak berjadwal,
sedang pelengkap adalah angkutan udara bukan niaga.
1. Pemilihan Moda
Transportasi
Pemilihan moda transportasi
sebagaimana dikutip dari Miro (2002) merupakan suatu tahapan proses perencanaan
angkutan yang bertugas untuk melakukan pembebanan perjalanan atau mengetahui
jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau
memilih berbagai moda transportasi yang terseadia untuk melayani suatu titik
asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. Sebagai
contoh, misalkan seorang pelaku perjalanan “A” yang akan melakukan perjalanan
dari asal Padang menuju tujuan Medan dengan maksud perjalanan bisnis/dinas dan
dia dihadapkan kepada masalah memilih alat angkutan apa yang akan dipakainya
yang tersedia melalui jalur titik Padang ke titik Medan: apakah lewat Bus Umum
lewat jalan raya, atau mobil pribadi/dinas, atau dengan pesawat barangkali. Hal
itu tergantung dengan pelaku si “A” yang dipengaruhi oleh sekumpulan faktor
atau variabel.
Model pemilihan moda
bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda.
Bruton (1985), sebagaimana dikutip dari Tamin (1997) mendefinisikan pemilihan
moda sebagi pembagian secara proporsional dari semua orang yang melakukan
perjalanan terhadap sarana trasportasi yang ada, yang dapat dinyatakan dalam
bentuk fraksi, rasio dan prosentase terhadap jumlah orang yang menggunakan
masing-masing sarana transportasi seperti kendaraan pribadi, bus, pesawat
terbang, kereta api dan angkutan umum lainnya.
Beberapa prosedur pemilihan
moda memodelkan pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi, yaitu
antara angkutan umum dan angkutan pribadi. Namun pada beberapa negara terdapat
pilihan lebih dari dua moda. London misalnya, mempunyai moda kereta api bawah
tanah, kereta api, bus dan mobil. Jones (1997), sebagaimana dikutip Tamin
(1997), menekankan dua buah pendekatan umum tentang analisa sistem dengan dua
buah moda.
Bentuk alat (moda)
transportasi/jenis pelayanan transportasi sebagaimana dikutip dari Miro (2002),
secara umum dibagi atas 2 (dua) kelompok besar moda tranportasi yaitu:
1. Kendaraan pribadi
(Private Tranportation), yaitu:
Moda tranportasi yang
dikhususkan buat pribadi seseorang dan seseorang itu bebas memakainya kemana
saja, dimana saja dan kapan saja dia mau, bahkan mungkin juga dia tidak
memakainya sama sekali.
2. Kedaraan umum (Public
Transportation), yaitu:
Moda transportasi yang
diperuntukkan buat orang banyak, kepentingan bersama, menerima pelayanan
bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama serta terikat dengan
peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para
pelaku perjalanan harus wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan
tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih.
Menurut Stopher (1978),
model pemilihan moda yang realistis bersifat dissagregate, behavioral dan
probalistic. Model bersifat dissagregate, bila satuan dasar observasi untuk
kalibrasi model adalah pelaku perjalanan seperti individu (perorangan). Model
bersifat behavioural, dikarenakan dua hal, yaitu menyangkut prilaku (behaviour)
ekonomi konsumen dan prilaku psikologis dalam menentukan pengambilan keputusan
dan model dibuat berdasrkan hipotesisi-hipotesis yang berkaitan dengan
identifikasi variable-variabel yang menentukan pengambilan keputusan untuk
memilih. Model bersifat probalistic, dikarenakan model menunjukan suatu probalitas
hasil dari pengambilan keputusan traveler yang potensial.
2. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pemilihan Moda
Menurut Miro (2002), ada 4
(empat) faktor yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pelaku
perjalanan atau calon pengguna (trip maker behavior). Masing-masing faktor ini
terbagi lagi menjadi beberapa variabel yang dapat diidentikkan.
Variabel-variabel ini dapat dinilai secara kuantitatif dan kualitatif.
Faktor-faktor atau variabel tersebut misalnya:
1) Kelompok faktor
karakteristik perjalanan (Travel Characteristics Factor).
Pada kelompok ini terdapat
beberapa variabel yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pengguna
jasa moda transportasi dalam memilih moda angkutan, yaitu:
a) Variabel tujuan
perjalanan (trip purpose)
b) Variabel waktu
perjalanan (time of trip made)
c) Variabel panjang
perjalanan (trip length)
2) Kelompok faktor
karakteristik pelaku perjalanan (Traveler Characteristics Factor).
Pada kelompok faktor ini,
seluruh variabel berhubungan dengan individu pelaku perjalanan.
Variabel-variabel dimaksud ikut berkontribusi mempengaruhi perilaku pembuat
perjalanan dalam memilih moda angkutan. Menurut Bruton (1985) variabel tersebut
adalah:
a) Variabel pendapatan
(income)
b) Variabel kepemilikan
kendaraan (car ownership)
c) Variabel kondisi
kendaraan pribadi (tua, jelek, baru dan lain-lain)
d) Variabel kepadatan
pemukiman (density of residential development)
e) Variabel sosial-ekonomi
lainnya, seperti struktur dan ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, jenis
pekerjaan, lokasi pekerjaan, kepunyaan akan lisensi mengemudi (SIM) serta semua
variabel yang mempengaruhi pemilihan moda.
3) Kelompok faktor
karakteristik sistem transportasi (Transportation system Characteristics
Factor).
Pada faktor ini, seluruh
variabel yang berpengaruh pada perilaku si pembuat perjalanan dalam memilih
moda transportasi berhubungan dengan kinerja pelayanan sistem transportasi
seperti berikut:
a) Variabel waktu relatif
(lama) perjalanan (relative travel time) mulai dari lamanya waktu menunggu
kendaraan dipemberhentian (terminal), waktu jalan ke terminal (walk to terminal
time) dan waktu diatas kendaraan.
b) Varibel biaya relatif
perjalanan (Relative travel cost), merupakan seluruh biaya yang timbul akibat
melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang berkompetisi
seperti tarif tiket, bahan bakar dan lain-lain.
c) Variabel tingkat
pelayanan relatif (relative level of service), merupakan variabel yang cukup
bervariasi dan sulit diukur, contohnya adalah variabel-variabel kenyamanan dan
kesenangan, yang membuat orang beralih ke moda transportasi lain.
d) Variabel tingkat
akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan.
e) Variabel tingkat
kehandalan angkutan umum disegi waktu (tepat waktu/reliability), ketersediaan
ruang parkir dan tarif.
4) Kelompok faktor
karakteristik kota dan zona (special system Characteristics Factor).
Variabel yang ada dalam
kelompok ini contohnya:
a) Variabel jarak kediaman
dengan tempat kegiatan.
b) Variabel kepadatan
penduduk (population density)
Sedangkan menurut Tamin
(1997), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih suatu moda
transportasi, dapat dikelompokan menjadi tiga kategori.
1) Karakteristik pelaku
perjalanan, antara lain :
a) Keadaan sosial ekonomi serta
tingkat pendapatan.
b) Ketersedian atau
kepemilikan kendaraan.
c) Kepemilikan Surat Izin
Mengemudi (SIM).
d) Struktur rumah tangga
(pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, dan lain-lain).
e) Faktor lain, seperti
keharusan menggunakan mobil ketempat bekerja dan keperluan mengantar anak
sekolah.
2) Karakteristik perjalanan
a) Tujuan perjalanan,
misalnya perjalan ketempat kerja, dinegara maju biasanya lebih mudah dengan
angkutan umum karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanan yang sangat baik
serta ongkos lebih murah dibandingkan dengan mobil. Sebaliknya di negara
berkembang orang masih tetap menggunakan mobil pribadi ketempat kerja meskipun
mahal, karena ketepatan waktu, kenyamanan dan pelayanan lainnya tidak dapat
dipenuhi angkutan umum.
b) Waktu terjadinya
perjalanan, perjalanan pada waktu lewat dari jam operasi lebih sulit
diakomodasi dengan angkutan umum.
c) Jarak perjalanan,
semakin jauh perjalanan, orang semakin cenderung memilih agkutan umum
dibandingkan dengan agkutan pribadi.
3) Karakteristik sistem
trasportasi
Tingkat pelayanan yang
ditawarkan oleh masing-masing saran transportasi merupakan faktor yang sangat
menentukan bagi seseorang dalam memilih sarana transportasi. Tingkat pelayanan
ini dikelompokan dalam dua kategori :
a) Faktor-faktor
kuantitatif, seperti :
- Lama waktu perjalanan
yang meliputi waktu didalam kendaraan, waktu menunggu dan waktu berjalan kaki
- Biaya transportasi
(tarif, biaya bahan bakar dan lain-lain)
- Ketersediaan ruang dan
tarif parkir
b) Faktor-faktor
kualitatif, seperti :
- Kenyamanan dan kemudahan
- Keandalan dan keteraturan
- Keamanan
3. Teori Pemilihan
Berdasarkan Prilaku Individu/Konsumen
Perumusan model pemilihan
moda sebagai pemilihan diantara alternatif-alternatif yang ada sangat berkaitan
dengan prilaku individu/konsumen pengambilan keputusan dalam memilih barang
atau jasa.
Dasar teori prilaku
konsumen adalah bahwa setiap Individu dalam memilih barang atau jasa selalu
berusaha memilih yang dianggapnya dapat memberikan kepuasan maksimal. Dalam
menilai suatu barang atau jasa, konsumen sebenarnya lebih menekankan pada nilai
dari sekumpulan atribut yang ditawarkan oleh barang atau jasa tersebut (a
bundle of attribute) dan bukan pada barang atau jasa itu sendiri. Nilai dari
setiap atribut itu biasa disebut sebagai utilitas dan dalam melakukan
penilaian, konsumen dianggap selalu bertindak rasional.
Terkait dengan rasionalitas
ini, asumsi ini dinilai kurang tepat, karena adakalanya terdapat faktor-faktor
yang kurang rasional yang ikut mengambil proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh seseorang, seperti efek prestise ( snob effect), dan efek ikut
arus (back wagon effect).
Berkaitan dengan pemilihan
moda transportasi, konsep rasionalitas dimanfaatkan dalam teori prilaku,
terutama untuk menggambarkan sikap konsisten dan sikap transitif dari konsumen.
Konsistensi artinya dalam situasi yang sama, pilihan atau keputusan yang
diambil konsumen akan tetap sama. Sikap transitif terjadi apabila konsumen yang
lebih menyenangi moda 1 dari pada moda 2 dan moda 2 lebih disenangi daripada
moda 3, maka moda 1 pasti akan disenangi dari pada moda 3.
Persoalan pokok dalam
pendekatan perilaku pemilihan moda transportasi adalah bagaiman mengukur nilai
utilitas dari setiap alternatif moda. Nilai utilitas merupakan fungsi dari
beberapa atribut pelayanan yang mungkin dipersepsikan secara berbeda bagi setiap
Individu, sesuai dengan banyaknya informasi yang diterima dan latar belakang
sosial ekonomi individu.
4. Pendekatan Model
Pemilihan Transporatasi
Beberapa pendekatan yang
dapat dilakukan untuk merumuskan perilaku individu dalam memilih moda angkutan
kedalam model pemilihan moda transportasi :
4.1 Pendekatan Disagregat
Deterministik
Asumsi Pendekatan
Disagregat Deterministik menjadi dasar dari kebanyakan model perjalanan. Dengan
asumsi ini dianggap bahwa pemilihan terhadap sesuatu tidak berubah bila prilaku
perjalanan (traveller) dihadapkan pada sekumpulan alternatif secara berulang-ulang
dan sama persis.
Pedekatan ini mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Pemakai (user) mampu
mengidentifikasi semua alternatif yang ada.
b. Pemakai mampu
mengidentifikasi semua atribut yang ada pada setiap alternatif.
c. Pemakai mampu merumuskan
persepsi dan preferensi tentang atribut-atribut secara eksplisit.
d. Pemakai mampu
menggunakan semua informasi diatas untuk mengambil keputusan.
Miro (2002) merumuskan
bentuk model dari pendekatan disagregat deterministik adalah model persamaan
regresi linear berganda tanpa unsur kesalahan (error) seperti persamaan
berikut:
Dimana:
= Nilai kepuasan
menggunakan Moda i
= Variabel waktu diatas
kendaraan
= Variabel waktu diluar
kendaraan
= Variabel ongkos
transportasi
= konstanta
= Parameter fungsi kepuasan
untuk masing-masing variabel tersebut (koefisien regresi)
4.2 Pendekatan disagregat
stokastik
Asumsi ini bersifat
stokastik dengan melihat kenyataan bahwa proses pemilihan tidak selamanya
bersifat deterministik. Hal ini dikarenakan terdapat ketidakmampuan konsumen
untuk memperoleh informasi secara lengkap baik untuk untuk alternatif moda
maupun atributnya, dan pemilihan moda yang diambil pelaku perjalanan dapat
berubah oleh pengaruh-pengaruh tertentu. Untuk mengatasinya diperlukan unsur
error atau unsur residual yang bersifat random (stokastik).
Berdasarkan pengalaman para
ahli dalam menganalisa prilaku pelaku perjalanan, diperoleh kesimpulan bahwa
model pemilihan determnistik mungkin akan terbatas dalam menjawab suatu
permasalahan yang ada dalam kenyataan yang sebenarnya. Oleh karena itu
dibolehkan pemilihan stokastik, dengan alasan (kanafani, 1983):
1. Perilaku dari
individu-individu yang tidak selalu tepat mengikuti aturan pemilihan yang
rasional dan prilaku yang khas dari pelaku perjalanan tidak dapat diantisipasi
dalam suatu model deterministik.
2. Biasanya tidak
memungkinkan untuk memasukkan semua variabel yang dapat mempengaruhi pemilihan
kedalam suatu rumus atau suatu model pemilihan (kalaupun bisa, akan diperoleh
rumus yang rumit dan tidak praktis).
3. Tidak tersedianya
informasi yang lengkap yang mengakibatkan pelaku perjalanan biasanya kurang
mengerti tentang sistem transportasi dan alternatif-alternatif yang diberikan.
Miro (2002) merumuskan
bentuk model dari pendekatan disagregat stokastik yaitu:
Dimana:
= Nilai (fungsi) kepuasan
menggunakan Moda m
s/d
= Idem di atas
s/d
= Idem di atas
= Faktor kesalahan/unsur
stokastik, yaitu variabel random yang mengikuti bentuk distribisi tertentu.
= Konstanta karakteristik
nilai kepuasan alternatif, apabila seluruh variabel tm s/d cm bernilai 0
4.3 Pendekatan agregat
Menurut Manhein,
sebagaimana dikutip dari Trimukti (2000), pendekatan agregat menganalisa
perilaku perjalanan secara kelompok (sekelompok individu, house hold atau
perusahaan). Agregasi dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Membagi objek atas
beberapa kelompok/segmen/zona yang mempunyai elemen-elemen yang relatif
homogen.
2. Melakukan agregasi dari
data disagregat, dimana fungsi agregat untuk suatu kelompok tertentu dapat
diturunkan dari fungsi utilitas individu sebagai anggota pada kelompok
tersebut.
5. Model Pemilihan Diskrit
Model pemilihan diskrit
dinyatakan sebagai peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan
fungsi ciri sosio-ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut, Tamin (1997). Untuk
menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas. Dan menurut
Lancaster (1966), sebagaimana dikutip dari Tamin (1997), alternatif tidak
menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya dan dari setiap
individu.
5.1 Himpunan alternatif
Suatu himpunan
alternatif/pilihan (dinotasikan sebagai Cn) merupakan sekumpulan item yang
dapat dipilih, dimana n digunakan untuk menunjukkan pembuat keputusan yang
sedang dihadapkan pada masalah pemilihan hanya satu alternatif dari himpunan
berhingga Cn. Rumusan demikian memungkinkan bahwa individu yang berbeda
mempunyai himpunan alternatif/pilihan yang sama sekali berlainan. Sebagai
contoh, pada saat memutuskan bagaimana pergi ketempat kerja, pilihan moda bagi
beberapa perilaku perjalanan mungkin sangat terbatas, sementara yang lain
memiliki lebih banyak pilihan.
5.2 Utilitas
Dari himpunan alternatif
yang diberikan, pertanyaan selanjutnya adalah bagaiman pembuat keputusan
memilih diantara alternatif yang tersedia dalam Cn? Dalam analisa penelitian,
direpresentasikan daya tarik (attractiveness) atau utilitas dari tiap-tiap alternatif
tersebut sebagai fungsi dari kedua atribut, yaitu atribut alternatif itu
sendiri dan atribut individu.
Utilitas didefinisikan
sebagai ukuran istimewa seseorang dalam menentukan pilihan alternatif
terbaiknya atau sesuatu yang dimaksudkan oleh setiap individu (Tamin, 1997).
Misalkan, utilitas suatu moda angkutan penumpang bagi suatu individu tertentu
bisa jadi direpresentasikan sebagai fungsi dari atribut-atribut berikut:
- Waktu perjalanan
rata-rata
- Waktu tunggu dan waktu
untuk berjalan kaki
- Ongkos yang dikeluarkan
Dan atribut-atribut dari
pembuat keputusan:
- pendapatan
- pemilikan kendaraan
- umur
- pekerjaaan
Bentuk fungsi utilitas
sulit untuk diasumsikan. Untuk kemudahan dalam perhitungan, fungsi utilitas
sering direpresentasikan sebagai parameter-parameter linear (linear in
parameter). Secara umum, fungsi utilitas alternatif i dan pembuat keputusan n
ditulis sebagai:
Uin = β1 xin1 + β2 xin2 +
... + + βK xinK
Dimana :
Uin = Utilitas alternatif i
bagi pembuat keputusan n
xin1, xin2,..., xinK =
Sejumlah K variabel yang menerangkan atribut-atribut allternatif i bagi pembuat
keputusan n
β1, β2, ..., βK =
Koefisien-koefisien yang perlu diinferensikan dari data yang tersedia
5.3 Utilitas Acak
Dalam fungsi pemilihan
determistik, nilai utilitas bersifat pasti (constant utility). Hal ini bisa
terjadi dengan asumsi bahwa pengambil keputusan mengetahui secara pasti seluruh
atribut yang berpengaruh terhadap nilai utilitas setiap moda alternatif dan
pengambil keputusan tersebut memiliki informasi serta kemampuan menghitung
nyaris sempurna pada atribut tersebut. Asumsi ini sulit diterima dalam praktek
kehidupan sehari-hari, sehingga penggunaannya sangat terbatas.
Masalah diatas diatasi oleh
Manski (Tamin, 1997), dengan adanya konsep utilitas acak (random utility),
dimana terdapat empat hal yang menyebabkan terjadinya keacakan tersebut, yaitu:
1. Adanya atribut yang
tidak teramati.
2. Adanya variasi cita rasa
individu yang tidak teramati (unobserved taste variations).
3. Adanya kesalahan
pengukuran (measurement errors) karena informasi dan perhitungan yang tidak
sempurna.
4. adanya variabel acak
yang bersifat instrumental (proksi).
Teori utilitas acak
merupakan kerangka dasar atau paradigma untuk menghasilkan modal pemilihan
diskrit. Domencich and Machfadden (1975) dan Williams (1977), sebagaimana
dikutip dari Tamin (1997), mengemukakan hal berikut:
1. Individu yang berada
dalam suatu populasi (Q) yang homogen akan bertindak secara rasional dan
memiliki informasi yang tepat sehingga biasanya dapat menentukan pilihan yang
dapat memaksimumkan utilitas individunya masing-masing sesuai dengan batasan
hukum, sosial, fisik, waktu dan ruang.
2. Terdapat suatu set A =
(A1, ......., Aj, ......., AN) alternatif yang tersedia dan suatu set vektor
atribut individu X dan alternatifnya. Setiap individu q akan mempunyai atribut
dan set pilihan .
3. Setiap pilihan mempunyai
utilitas Ujq untuk setiap individu q. Pemodel yang juga merupakan pengamat
sistem tersebut tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang semua unsur yang
dipertimbangkan oleh setiap individu yang menentukan pilihan sehingga pemodel
mengasumsikan bahwa Ujq dapat dinyatakan dalam dua komponen yaitu:
- Vjq yang terukur sebagai
fungsi dari atribut terukur x.
- Bagian acak yang
mencerminkan hal tertentu dari setiap individu, termasuk kesalahan yang
dilakukan oleh pemodel. Jadi pemodel dapat menuliskan:
Yang dapat menjelaskan dua
hal yang tidak rasional. Contohnya, dua individu dengan atribut yang sama dan
mempunyai set pilihan yang sama mungkin memilih pilihan yang berbeda dan
beberapa individu tidak selalu memilih alternatif yang lebih baik.
Agar persamaan (2.2) benar,
dibutuhkan populasi yang homogen. Secara prinsip, semua individu mempunyai set
alternatif yang sama dan mempunyai batasan yang sama sehingga untuk mendapatkan
kondisi ini harus dilakukan segmentasi pasar.
4. Individu q mempunyai
alternatif yang memaksimumkan utilitas, individu memilih Aj jika dan hanya
jika:
Dengan :
6. Model Pemilihan Logit
Binomial
Pada model logit binomial
pengambil keputusan dihadapkan pada sepasang alternatif diskrit, dimana
alternatif yang akan dipilih adalah yang mempunyai utilitas terbesar, utiliti
dalam hal ini dipandang sebagai variabel acak.
Menurut konsep utilitas
acak, probabilitas pilihan jatuh pada alternatif i lebih besar daripada
utilitas pada alternatif lain yang termasuk dalam himpunan alternatif.
Sehingga probabilitas
alternatif i yang dipilih oleh individu n dihadapkan pada sejumlah alternatif
Cn sebagai berikut:
Dengan:
Dalam model logit binomial,
Cn terdiri dari dua alternatif (dalam hal ini i dan j), sehingga probabilitas
individu n memilih alternatif i adalah:
Sedangkan probabilitas
memilih alternatif j adalah :
Pjn = 1 – Pin
Model logit dibangun atas
dasar asumsi bahwa akan bersifat bebas dan terdistribusi secara identik
(Independent and Identifically Distributed / IID) menurut fungsi distribusi
logistik atau Gumbel, sebagai berikut:
Maka merupakan skala
parameter positif, maka dihasilkan:
Pada penelitian ini pemilihan moda angkutan penumpang yang akan diamati adalah antara moda pesawat terbang dan bus. Dengan dua alternatif moda maka persamaan (2.11) dapat ditulis sebagai berikut:
Dan:
Probabilitas bahwa individu
memilih bus AC (PBUS) adalah fungsi perbedaan utilitas antara kedua moda.
Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas linear, maka perbedaan utilitas dapat
diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah n atribut yang relevan
diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut:
Analisa pengolahan data
diperlukan guna mendapatkan hubungan kuantitatif antara atribut dan respon yang
diekspresikan dalam skala sematik dengan rumusan model seperti pada persamaan
(2.14), dimana UBUS - UTRAVEL menyatakan respon individu terhadap pernyataan
pilihan, a0 adalah konstanta, a1, a2 dan an adalah koefisien masing-masing
atribut yang ditentukan melalui metode least square dan multiple linear
regression.
Dengan cara yang lain,
nilai utilitas sebagai respon individu dapat juga dinyatakan dalam bentuk
probabilitas memilih moda tertentu, seperti diberikan pada persamaan berikut:
Sehingga dari persamaan
(2.14) dan (2.15) dapat dirumuskan bentuk persamaan transformasi sebagai
berikut:
Persamaan (2.16) disebut
sebagai transformasi linear model logit biner atau dikenal sebagai transformasi
Berkson-Theil.
7. Teknik Stated preference
Selama beberapa tahun,
metoda efisiensi stastik telah dikembangkan untuk membuat perkiraan-perkiraan
dari adanya perubahan-perubahan dalam permintaan dan prilaku perjalanan, yang
dihasilkan dari strategi-strategi alternatif. Hal ini sering dibatasi oleh
kualitas yang rendah dari data yang telah dikembangkan dan pembiayaan untuk
memperoleh data tersebut.
Teknik stated preference
menjadi solusi efektif yang menyediakan informasi dengan kualitas yang baik
dari permintaan dan prilaku perjalanan dengan biaya yang sesuai. Juga dapat
mengukur pilihan-pilihan individu terhadap bagian-bagian yang tidak dapat
diukur dengan menggunakan metode penelitian transportasi konvensional. Keistimewaan
teknik ini adalah mengizinkan peneliti untuk bereksperimen. Perencana
transportasi atau operator tidak dapat dengan mudah menempatkan sistem
transportasi baru hanya untuk melihat apakah orang akan menggunakannya, atau
merubah secara terus menerus struktur tarif dari pelayanan bus untuk melihat
bagaimana permintaan meningkat atau turun. Peneliti sendiri tidak sepenuhnya
bisa mengontor situsi yang ada. Maka teknik stated preference dikembangkan
dengan pertimbangan kepuasan dan aplikasi untuk menjadikan alat penelitian
transportasi yang efektif dan berharga.
Teknik stated preference
menunjukan jumlah semua pendekatan-pendekatan yang berbeda dengan menggunakan
pernyataan-pernyataan individu tentang bagaimana mereka merespon situasi yang
berbeda. Dalam hal ini digunakan disain eksperimen untuk membangun serangkaian
alternatif situasi imaginer. Masing-masing individu diminta untuk menunjukkan
bagaimana mereka merespon jika situasi-situasi ini dihadapkan pada mereka
secara nyata, dan pilihan apa yang mereka inginkan untuk melakukan sesuatu dan
membuat rangking/rating atau pilihan dari situasi-situsi tersebut. Peneliti
dapat mengontrol faktor faktor yang disajikan dalam situasi ini, misalnya tarif
pada waktu tempuh seperti terlihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Pilihan
Sederhana Stated Preference Antara Situasi Perjalanan Alternatif
Situasi perjalanan A
Situasi perjalanan B Manakah yang anda pilih
A atau B
Biaya waktu tempuh Biaya
waktu tempuh Pilih A pilih B
£0.40 30 menit £1.00 15
menit √
Beberapa keuntungan
dikembangkannya teknik stated preference :
1. Peneliti dapat dengan
cepat mengontrol pilihan-pilihan yang ditawarkan kepada responden, teknik
stated preference menjamin data cukup berkualitas untuk membangun model
statistik yang lebih baik.
2. Karena pengawasan yang
ada pada peneliti, tampak dari bagian-bagian variabel dapat dipisahkan dari
dampak akibat faktor lainnya.
3. Teknik stated preference
hanya dapat menyajikan dasar yang praktis untuk elevasi dan peramalan.
4. Efisiensi model
statistik dapat dikembangkan dari banyak sampel yang berukuran yang lebih
kecil.
Kelemahan dasar teknik
stated preference terletak pada kenyataan bahwa data yang diperoleh menyajikan
pernyataan-pernyataan individu tentang apa yang akan mereka lakukan jika
diberikan pilihan hipotesa.
Sifat utama teknik stated
preference adalah sebagai berikut:
1. Teknik stated preference
didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka
terhadap beberapa alternatif hipotesa.
2. Setiap pilihan
direpresentasikan sebagai ‘paket’ dari atribut yang berbeda seperti waktu,
ongkos, headway dan lain-lain.
3. Peneliti membuat
alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap
atribut dapat diestimasi, ini diperoleh dengan teknik disain eksperimen
(experimental disain).
4. Alat interview
(kuisioner) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat dimengerti oleh
responden, tersusun rapi dan masuk akal.
5. Responden menyatakan
pendapatnya pada setiap plihan (option) dengan melakukan rangking, rating dan
pilihan pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan.
6. Respon sebagai jawaban
yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran secara
kuantitatif mengenai hal yang penting (relatif) pada setiap atribut.
Kemampuan penggunaan stated
preverence terletak pada kebebasan membut disain eksperimen dalam upaya
menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian. Untuk membangun
keseimbangan dalam penggunaan teknik stated priference dibuat tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Identifikasi atribut
kunci dari setiap alternatif dan paket yang mengandung pilihan harus
direpresentasikan, dapat diterima dan realistis.
2. Cara didalam memilih
akan disampaikan pada responden dan responden diperkenankan untuk
mengekspresikan apa yang lebih disukainya. Bentuk penyampaian alternatif harus
mudah dimengerti, dalam konteks pengalaman responden dan dibatasi.
3. Strategi sampel harus
dilakukan untuk menjamin perolehan data yang representatif.
7.1 Desain Eksperimen
(Eksperimental Design)
Untuk membuat alternatif
hipotesa yang akan disampaikan kepada responden, penggunaan stated preference
disarankan menggunakan disain eksperimen. Disain eksperimen harus memastikan
bahwa kombinasi atribut yang disampaikan kepada responden bervariasi tetapi
tidak terkait satu dengan yang lainnya. Tujuannya agar hasil dari efek setiap
level atribut atas berbagai tanggapan lebih mudah dipisahkan. Disain pilihan
dan penyampaiannya harus berisi tiga hal:
a. Penyelesaian level atribut
dan kombinasi susunan setiap alternatif
b. Gunakan disain
eksperimen untuk mendapatkan alternatif yang ditawarkan (presentation of
alternatives).
c. Respon yang seperti apa
yang diinginkan dari responden (spesifications of renponses).
Jika jumlah atribut (a) dan
jumlah level yang diambil (n), maka disain akan menentukan disain faktorial
(na), disebut juga sebagai full factorial design, artinya setiap kombinasi
kemungkinan level atribut semuanya dipakai. Apabila jumlah pilihannya terlampau
banyak, kemungkinan besar responden akan kelelahan dalam menentukan pilihan,
sehingga akan menimbulkan tanggapan yang salah atau bahkan diabaikan oleh
responden. Terdapat beberapa cara pendekatan untuk mengurangi jumlah pilihan,
salah satunya adalah dengan cara memisahkan pilihan (options) kedalam bentuk
blok melalui pembauran (confounding) yang disebut sebagai disain replika
sebagian (fractional replication design), yaitu suatu bentuk tiruan dari full
factorial kedalam pilihan dengan jumlah yang lebih sedikit.
2.7.2 Identifikasi Pilihan
(Idendification of preference)
Terdapat 3 (tiga) teknik
atau cara untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai pilihan
responden terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan kepadanya, yaitu:
1. Rangking Respons (conjoint
measurement)
Pendekatan ini dilakukan
dengan cara menyampaikan seluruh pilihan pendapat kepada responden, kemudian
responden diminta untuk merangkingnya kedalam pilihan lain yang secara tidak
langsung merupakan nilai hirarki dari utilitas. Dalam pendekatan ini seluruh
pilihan dipresentasikan, tapi jumlah alternatif pilihan harus dibatasi agar
tidak melelahkan responden.
2. Rating responses
(fungtional measurement)
Dalam teknik rating ini
responden mengekspresikan derajat pilihan terbaiknya dengan menggunakan aturan
skala semantik dan numerik. Dimana skala didefinisikan dengan kalimat seperti
“pasti memilih A”, “mungkin memilih B” atau “tidak dapat memilih A dan B”. Responden
dapat diminta untuk mengekspresikan pilihannya terhadap masing-masing pilihan
dengan menunjukan ‘skor tertentu’. Jika responden menyatakan pilihan diantara
pasangan pilihan biasanya digunakan skala 1 sampai 5 untuk menunjukan
kemungkinan pilihan. Skor yang diberikan dapat ditransformasikan menjadi
probalitas yang masuk akal dari pilihan-pilihan tersebut, misalnya skor 1 =
0,1; skor 3 = 0,5 dan skor 5 = 0,9.
3. Metode Pemilihan Diskrit (Discrete Choice Models)
Rancangan pilihan meminta
renponden menyeleksi pilihan dari pasangan atau sekumpulan alternatif.
Responden hanya memilih alternatif yang sangat mereka sukai dan mengekspresikan
pilihan dalam bentuk yang analogi dengan suvei revealed preference. Metoda ini
biasa juga diperluas bentuknya dalam skala rating.
2.7.3 Analisa Data Stated
preference
Fungsi utilitas adalah
mengukur daya tarik setiap pilihan (skenario hipotesa) yang diberikan kepada
responden. Fungsi ini merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh
atribut yang termasuk dalam stated preference.
Umumnya fungsi utilitas
berbentuk linear, sebagai berikut:
Ui = a0 + a1.x1 + ... +
anxn
Dimana :
Ui = utilitas pilihan i
a0,..., an = parameter
model
x1,..., xn = nilai atribut
Tujuan analisa adalah
menentukan nilai estimasi a0 sampai an dimana nilai tersebut disebut sebagai
bobot pilihan atau komponen utilitas. Dari nilai parameter model, dapat
diketahui efek relatif setiap atribut pada seluruh utilitas. Setelah komponen
utilitas dapat diestimasi, maka selanjutnya dapat digunakan untuk brbagai
tujuan, seperti menentukan kepentingan relatif dari atribut yang termasuk dalam
eksperimen dan menentukan fungsi utilitas untuk peramalan model.
7.4 Estimasi parameter
stated preference
Terdapat beberapa cara yang
secara keseluruhan dapat menentukan komponen utilitas. Empat teknik analisa
stated preference:
1) Naive atau metode grafik
Naive atau metode grafik
digunakan sangat sederhana dengan pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa
tiap level dari setiap atribut sering muncul sama-sama dalam disain eksperimen
tertentu. Oleh karena itu beberapa ciri utilitas (relatif) dari pasangan level
atribut tersebut dapat ditentukan dengan menghitung rata-rata (mean) nilai
rangking, rating dan choice setiap pilihan yang telah dimasukan kedalam level
tersebut dan membandingkannya dengan rata-rata (mean) yang sama untuk level dan
atribut yang lain. Kenyataannya plotting nilai rata-rata ini pada grafik sering
memberi ciri yang sangat berguna tentang utilitas dari berbagai atribut yang
termasuk dalam eksperimen. Model ini tidak menggunakan teori statistik dan oleh
karena itu gagal dalam memberikan indikasi hasil statistik yang signifikan.
2) Non-metrik scaling
Metoda ini menggunakan
Analisa Monotonic Variance (Monanova), yaitu pendekatan yang digunakan untuk
skala non-metrik dengan menggunakan teknik penyusunan statistik yang secara
khusus dikembangkan untuk menganalisa seluruh urutan rangking pilihan yang
diperoleh dalam eksperimen stated preverence. Metode ini memperkirakan komponen
utilitas melalui cara iterasi, yaitu perkiraan nilai utilitas menyesuaikan pada
setiap alternatif. Komponen utilitas yang pertama dihasilkan dengan menggunakan
metode naive, jika komponen utilitas naive mampu menghasilkan urutan rangking
secara pasti, proses iterasi selesai. Jika metode naive menghasilkan urutan
rangking yang tidak sama dengan yang diberikan oleh responden, komponen
utilitas secara sistematik divariasikan dalam suatu urutan untuk diperbaiki,
yaitu dengan dengan menyesuaikan antara ramalan dan urutan rangking yang diobservasi
sampai dicapai nilai optimum. Metode diterapkan pada setiap responden secara
terpisah dan tidak memberikan secara keseluruhan goodness-of-fit statistik
mengenai ketepatan model. Oleh karena itu teknik ini menjadi kurang populer
dalam studi pengembangan transportasi sekarang ini.
3) Metoda regresi
Teknik regresi secara luas
digunakan dalam pemodelan transaportasi. Dalam penggunaan analisa stated
preference, teknik regresi digunakan pada pilihan rating. Pengolahan data
dilakukan untuk mendapatkan hubungan kuantitatif antara sekumpulan atribut dan
respon individu. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan linear
sebagai berikut:
y = a0 + a1.x1 + a2.x2 +
... + ak.xk
Dimana :
y = respon individu
x1, x2,..., xk = atribut
pelayanan
a1, a2,..., ak = parameter
model
Residual untuk setiap
kejadian dirumuskan sebagai berikut:
= y – (a0 + a1.x1 + a2.x2 +
... + ak.xk)
(a0 + a1.x1 + a2.x2 + ... +
ak.xk)]2
Menggunakan prinsip kuadrat
terkecil, meminimalkan nilai , diperoleh jika turunan parsial berturut-turut
terhadap a0, a1, a2, ...,ak adalah sama dengan nol. Dengan langkah ini maka
akan diperoleh k + 1 persamaan dengan sejumlah k + 1 koefisien regresi, sehingga
masing-masing koefisien regresi dapat ditentukan.
4) Analisa logit
Teknik estimasi pilihan
diskrit, seperti logit, diperlukan teknik statistik yang lebih maju dalam
analisa data stated preference. Meskipun pada mulanya dimaksudkan untuk
menganalisa choice dan diskrit, tipe lain dalam mengukur pilihan seperti rating
dan rangking dapat juga dianalisa sebagai choice data. Estimasi yang dilakukan
didasarkan pada prinsip statistik minimum likelihood.
8. Elastisitas pemilihan
moda
Ortuzar dan Willumsen (1994),
mendefinisikan elastisitas sebagai besarnya pengaruh persentase perubahan dari
variabel tak bebas terhadap variabel bebas lainnya. Elastisitas juga sering
digunakan sebagai ukuran untuk menyatakan perubahan reaksi permintaan
(responsive of demand) terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (The
Demand for Public Transport, 1980). Elastisitas suatu variabel tidak bebas y
terhadap variabel bebas xi dinyatakan sebagai:
Dalam kaitannya dalam
pemilihan moda, elastisitas model berguna sebagai informasi dari model yang
diperoleh dengan mengukur sensitivitas respon pengguna moda terhadap varibel
bebas.
Elastisitas dibedakan atas
dua, yaitu:
1) Elastisitas langsung
(direct-elastcityt), yang berkaitan dengan atribut pelayanan yang diberikan.
Elastisitas langsung
mengukur persentase perubahan didalam probabilitas memilih moda, sebagai hasil
perubahan persentase yang diberikan pada satu atribut didalam fungsi utilitas
moda yang ditentukan.
2) Elastisitas silang
(cross-elastcityt), berkaitan dengan atribut dari pilihan yang saling bersaing.
Elastisitas silang mengukur
persentase perubahan didalam probabilitas memilih moda, sebagai hasil perubahan
persentase yang diberikan pada satu atribut didalam fungsi utilitas alternatif
moda yang ditentukan.
Elastisitas dalam memilih
moda dinyatakan sebagai berikut:
Dengan:
= Elasitas dari
probabilitas dalam memilih moda j, berkaitan dengan perubahan dalam atribut
ke-n yang dinyatakan dalam fungsi utilitas bagi individu i.
= atribut ke-n dalam
memilih moda j, bagi individu i
= probabilitas memilih moda
j, bagi individu i
untuk pembahasan model
logit binomial dinyatakan sebagai :
dan
adalah koefisien dari
atribut
Dengan menyelesaikan
turunan terhadap elastisitas langsung seperti telah didefinisikan pada persamaan
(2.22) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rumusan elastisitas
langsung pemilihan bus AC terhadap perubahan selisih nilai atribut ke-n adalah
:
Dengan cara yang sama
elastisitas silang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rumusan elastisitas silang
pemilihan travel terhadap perubahan selisih nilai atribut ke-n adalah:
9. Studi Kasus Stated
Preference
Beberapa studi mengenai
pemilihan moda transportasi telah dilakukan sebelumnya dan dapat digunakan
sebagai bahan referensi dalam penelitian ini.
Studi-studi tersebut antara
lain:
1) Studi tentang perilaku
parkir di London.
Sebagaimana dikutip dari
Doni (2002) Pada tahun 1990, sebagai bagian dari studi ekspensif tentang
transportasi di London Borough of Merton, Steer Davies Gleave menginvestigasi
pilihan-pilihan warga lokal dan pengunjung terhadap perbedaan tingkat
penggunaan parkir. Dua survei stated preference dilaksanakan. Yang pertama
menggunakan portable computers diruangan pengujian yang dibawa oleh pengunjung
menuju dua lokasi kunci, perdagangan dan perkantoran yang ada di Borough. Yang
kedua menggunakan disain sederhana yang dilampirkan pada survei yang dijalankan
pada pewawancara-pewawancara diseluruh wilayah Borough terhadap warga lokal.
Latihan-latihan stated preference
pada survei pertama meneliti model pemilihan antara kendaraan pribadi dan bus.
Sampel dari 208 pengemudi kendaraan yang diperoleh, terbagi hampir sama antara
perjalanan untuk kerja dan bukan kerja. Waktu perjalanan, ongkos bus, waktu
akses/egres dan pergantian diteliti. Sebagai tambahan, dimasukkan dua atribut
yang berhubungan dengan dampak dari keterbatasan parkir, yaitu tarif parkir dan
lama waktu parkir. Software “game Generator” digunakan untuk menciptakan
penyesuaian discrete choice. Penyesuaian algoritma pada program dicoba secara
sistematik untuk menciptakan situasi-situasi pilihan yang mana akan mendorong
pengendara kendaraan pribadi beralih pada bus.
Model logit dikalibrasikan
untuk segmen bekerja dan tidak bekerja. Penemuan utama dari survei pertama
bahwa pengeandara kendaraan pribadi lebih sensitif terhadap perubahan tarif
parkir dari pada perubahan tarif bus. Waktu yang dihabiskan untuk mencari
tempat parkir juga dinilai sangat tinggi jika dibandingkan waktu dalam
perjalanan. Secara umum biaya selama diperjalanan, akses/egres dan waktu parkir
dimasukan oleh stated preference survei yang digunakan sebagai parameter
didalam sebuah model peramalan yang dibangun dari software pemodelan MOTORS
Steer Davies Gleave.
Pengujian stated preference
kedua disajikan dalam bentuk kartu (card). Responden diberikan sepasang pilihan
antara alternatif rencana parkir bagi warga setempat. Dua atribut masing-masing
dengan tiga tingkatan, diteliti: biaya tahunan bagi warga yang memakai daerah
parkir dan efisiensi daerah parkir dengan memastikan bahwa daerah warga
setempat dapat memarkir kendaraannya di luar rumah. Disain faktorial eksperimen
yang digunakan (32 = 9 kasus). Kasus-kasus pada disain ini dipresentasikan.
Sembilan kasus tersebut dihasilkan dari disain mencapai hingga 36 pasang untuk
diperlihatkan dalam setiap wawancara. Hal ini jelas melampaui batas, maka
jumlahnya direduksi dengan memindahkan pasangan dimana sebuah pilihan
benar-benar mendominasi yang lain. Prosedur ini mereduksi jumlah pasangan menjadi
sembilan pada setiap wawancara.
Dari 800 warga yang
diwawancarai dalam survei ini, sebanyak 450 pemilik kendaraan memarkir
kendaraannya di jalan dan memenuhi syarat untuk ikut serta diuji stated
preference ini. Model logit distimasi untuk pilihan diskret antara sepasang
pilihan. Model sebaran dapat dibangun untuk empat daerah utama di Borough.
Menggunakan pilihan tetap yang disusun dari data stated preference, model
prediksi sederhana disusun untuk memprediksi kemungkinan keikutsertaan warga
setempat dalam rencana perparkiran, melalui rentang harga dan perbedaan tingkat
efisiensi.
2) Studi Tentang Pemilihan
Moda Transportasi Antara Kendaraan Pribadi Dan Angkutan Umum Untuk Perjalanan
Kerja (Studi Kasus : Peruamahan Banyumanik Semarang)
Berdasarkan pengolahan data
dan analisa data hasil survei yang dilakukan oleh Mulyanto, Y (1995)
sebagaimana dikutip dari Trimukti (2000) diperoleh faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk perjalanan kerja dari daerah
studi, yaitu:
1. biaya perjalanan
2. waktu tempuh
3. tingkat penghasilan
(faktor sosial)
4. kondisi jalan penghubung
antara daerah pemukiman dengan daerah (lokasi) tempat kerja.
Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh model matematis yang dapat diterima berupa model rasio,
yaitu:
LOG {P(B)/P(A)} = - 1,4736
LOG {C(B)/C(A)} – 0,5717
Dengan koefisien
determinasi (R2) = 0,8101
Dan derajat konfidensi =
96,26 %
Keterangan untuk model
tersebut adalah:
P(A) = probabilitas
pemilihan Moda A (kendaraan bermotor pribadi)
P(B) = probabilitas
pemilihan Moda A (angkutan pribadi)
C(A) = biaya perjalanan
kerja dengan menggunakan Moda A
C(B) = biaya perjalanan
kerja dengan menggunakan Moda B
Dari model yang diperoleh,
ternyata faktor yang paling menentukan dalam pemilihan moda transportasi adalah
biaya perjalanan dalam bentuk rasio. Hal ini sesuai dengan kenyataan didaerah
studi yang berpenduduk mayoritas tingkat menengah kebawah. Selain itu juga
sesuai dengan tindakan memilih, sebab tindakan tersebut merupakan tindakan
membandingkan antara alternatif-alternatif yang ada.
3) Studi tentang Model
Pemilihan dan Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi di Kota Padang.
Studi ini dilakukan oleh
Yosritzal (2000), yang bertujuan untuk menentukan karakteristik pengguna taksi
di kota Padang, menyusun model pemilihan taksi di kota padang berdasarkan
beberapa kondisi hipotesa dan juga memperkirakan tingkat kebutuhan taksi di
kota padang.
Atribut yang digunakan dalam
merancang beberapa kondisi hipotesa ini adalah waktu tunggu, waktu tempuh,
ongkos perjalanan dan pendapatan.
Formulasi model yang
dihasilkan adalah merupakan fungsi utilitas yang berbentuk linear, dimana
variabelnya adalah atribut sosio-ekonomi dan karakteristik kendaraan taksi.
Dari hasil regresi diperoleh model untuk seluruh responden sebagai berikut :
U(PT-PL) = -1,36 – 0,16
WAIT – 0,06 INV – 0,18 COST – 1,57 INC
(-9,22) (-16,07) (-11,93)
(-9,05) (8,09)
(Nilai t-stat dalam tanda
kurung, R2 = 0,18)
Dimana:
WAIT = waktu tunggu
INV = waktu tempuh
COST = ongkos perjalanan
INC = pendapatan
4) Studi Tentang Pemilihan
Moda Angkutan Umum Penumpang Bus Patas AC Dan Ka Eksekutif Lintas
Jakarta-Surabaya.
Studi ini dilakukan oleh
Fatimah, S (1996) sebagaimana dikutip dari Trimukti (2000), yang berusaha
mengungkapkan variabel-variabel yang mempengaruhi konsumen dalam memilih antara
Bus Patas AC dan KA Eksekutif pada Lintas Jakarta-Surabaya. Variabel-variabel
tersebut diturunkan dan atribut pelayanan moda yang meliputi biaya, waktu,
keamanan, kenyamanan.
Dari hasil analisa dengan
menggunakan model logit binomial diperoleh variabel-variabel yang mempengaruhi
konsumen dalam memilih moda, yaitu ketepatan jadwal, biaya akses, harga tiket,
waktu tempuh perjalanan, kenyamanan tempat duduk, kenyamanan pengendaraan,
kebersihan toilet dan keselamatan terhadap resiko kecelakaan penumpang.
5) Studi tentang Analisa
Preferensi Pemilihan Moda Pesawat Terbang dan KA Eksekutif Rute Jakarta-Bandung
dan Sebaliknya Menggunakan Model Logit.
Dalam studi ini oleh
Wiyono, H. W (1996) sebagaimana dikutip dari Trimukti (2000), identifikasi
terhadap faktor-faktor yang bersifat kuantitatif (waktu dan ongkos) maupun
kualitatif (kemudahan, kenyamanan dan keselamatan). Studi ini dilakukan melalui
survei dan tingkat pengamatan berdasarkan informasi dan perilaku individu yang
terlibat langsung dalam proses pemilihan moda tersebut (disagregat).
Selanjutnya hubungan antara
faktor-faktor tersebut dengan persentase pemilihan moda dinyatakan dalam suatu
model matematis. Dan berdasarkan hasil estimasi parameter untuk tingkat
signifikansi 0,05 maka model pemilihan moda adalah sebagai berikut:
Untuk arah perjalanan
Bandung-Jakarta :
Sedangkan untuk arah
perjalanan Jakarta-Bndung adalah :
Nilai konstanta estimasi
baik pada model untuk Jakarta-Bandung maupun Bandung-Jakarta keduanya bertanda
positif. Sehingga untuk kasus diatas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
preferensi relatif pilihan konsumen ada pada moda pesawat terbang.
6) Studi Tentang Tingkat
Kebutuhan Taksi di Kotamadya Bandung dengan Menggunakan Teknik Stated
Preference.
Survei dilakukan oleh
Kurniati (2000), terhadap keadaan sekarang dan keadaan yang dihipotesakan.
Atribut yang digunakan dalam disain eksperimen adalah perubahan tingkat
pendapatan, waktu tempuh rata-rata, biaya rata-rata dan kualitas pelayanan.
Dalam penelitian ini diperoleh persamaan utilitas sebagai berikut:
U(PT) – U(PL) = 0,19369 +
0,01567 INCOME – 0,04095 TIME – 0,00027 COST
(2,03) (11,06) (-11,56)
(-18,8)
+ 0,03197 SERVICE
(22,57)
(Nilai t-stat dalam tanda
kurung, R2 = 0,244)
7) Studi Tentang
Probabilitas Kendaraan Roda-2 Menyebrangi Sungai Kapuas Menggunakan Jembatan
dan Kapal.
Berdasarkan analisa dan
pembahasan yang dilakukan oleh Akhmadali (1992) sebagaimana dikutip dari
Trimukti (2000), diketahui bahwa perilaku pengemudi kendaraan bermotor roda-2
dalam memilih sarana penyebrangan kapal dan jembatan, dipengaruhi oleh
faktor-faktor:
a) Jarak tempuh
b) Waktu tempuh
c) Biaya perjalanan yang
dikeluarkan
d) Nilai waktu
Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan jumlah pemakai kapal adalah:
a) Dengan mengatur kembali
jadwal keberangkatan yaitu memperpendek waktu muat kapal.
b) Naiknya harga bahan
bakar bensin.
c) Adanya kemacetan
lalulintas dijembatan.
Faktor-faktor yang dapat
menurunkan jumlah pemakai kapal adalah:
a) Menaikan harga tiket kapal
b) Meningkatnya tingkat
pendapatan masyarakat
8) Studi Tentang Pemilihan
Moda Angkutan Penumpang Antar Kota Antara Moda Kereta Api dan Bus Rute
Bandung-Jakarta
Studi ini dilakukan oleh
Trimukti (2000), yang berusaha mengungkapkan variabel-variabel tersebut
diturunkan dari atribut pelayanan moda yang meliputi biaya, waktu, jadwal
keberangkatan (headway) dan tingkat pelayanan.
Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh model matematis yang dapat diterima berupa persamaan
model Polynomial Hiperbolik, yaitu:
Y = 0,082763 - 0,00027 X1 -
1,41455.10-8 X12 + 1,20504.10-12 X13
- 1,020227 X2 - 0,130181
X22 - 0,0085223 X23 - 0,014499 X3
- 0,000273 X32 +
5,30619.10-7 X33 + 0,063163 X4 + 0,000235 X42
- 1,46678.10-5 X43
(nilai R2 = 0,403135)
Dimana:
Y = Utilitas (KA – Bus)
X1 = Biaya (Selisih biaya
perjalanan antara kereta api dan bus)
X2 = Waktu (Selisih waktu
tempuh perjalanan antara kereta api dan bus)
X3 = Headway (Selisih
headway antara kereta api dan bus)
X4 = Pelayanan (Selisih
tingkat pelayanan antara kereta api dan bus)
contoh kasus dalam pemilihan rute
pertumbuhan dan perkembangan jumlah penduduk di Kota Banda Aceh
pada saat ini tumbuh dengan pesat, oleh karena itu perlu diimbangi dengan
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai guna memenuhi kebutuhan warga
kota. Kebutuhan akan perjalanan ini menuntut adanya pemilihan rute terbaik dari
satu tempat ke tempat lainnya sehingga dapat mengefisiensikan jarak, waktu dan
biaya yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tersebut. Banyak rute yang
menghubungkan Mesjid Raya Baiturrahman (Jl. Chik Pante Kulu) – Gapura Kopelma
Darussalam sebagian besar merupakan ruas jalan utama di Kota Banda Aceh yang
pada saat jam-jam sibuk akan mengalami peningkatan kepadatan dalam pergerakan
lalu lintas. Metode Algoritma Djikstra merupakan metode untuk pemilihan rute
terpendek. Algoritma ini menggunakan Graf dalam penjelasannya, dimana bobot
minimum menjadi solusi. Dalam kasus ini yang menjadi bobot adalah nilai waktu
tempuh. Perhitungan dengan menggunakan Metode Algoritma Djikstra ini didapat
rute II, Mesjid Baiturrahman (Jl. Chik Pante Kulu) – Jl. Pangeran Dipenogoro –
Jl. Sultan Mansyursyah – Jl. Chik Ditiro – Jl. Hasan Dek – Jl. Daud Beureuh –
Gapura Kopelma Darussalam (Jl. T. Nyak Arief) sebagai rute tercepat saat waktu
puncak (On Peak) dengan waktu tempuh 27 menit 28 detik dan rute II, Mesjid
Baiturrahman (Jl. Chik Pante Kulu) – Jl. Pangeran Dipenogoro – Jl. Sultan
Mansyursyah – Jl. Chik Ditiro – Jl. Hasan Dek – Jl. Daud Beureuh – Gapura
Kopelma Darussalam (Jl. T. Nyak Arief) sebagai rute tercepat saat jam tidak
sibuk dengan waktu tempuh 17 menit 48 detik. Rute II merupakan rute terbaik
saat waktu puncak (on peak) maupun waktu tidak sibuk (off peak) menurut
perhitungan aplikasi Algoritma Djikstra. Hasil survei dilapangan membuktikan
algoritma Djikstra tidak selalu memberikan hasil optimal karena keadaan di
lapangan saat waktu puncak (on peak) rute I Mesjid Baiturrahman (Jl. Chik Pante
Kulu) – Jl.Pangeran Dipenogoro – Jl. Daud Beureuh – Jl. T. Nyak Arief - Gapura
Kopelma Darussalam memiliki waktu tercepat 27 menit 05 detik.
Elemen sistem antrian
Elemen sistem antrian merupakan komponen yang merupakan bagian
atau anggota dari sistem antrian, yaitu :
1. Pelanggan
Pelanggan adalah orang atau barang yang menunggu untuk dilayani.
Arti dari pelanggan tidak harus berupa orang, misalnya saja antrian pada loket
pembayaran di supermarket, orang yang menunggu giliran membayar termasuk
pelanggan, begitu juga barang-barang yang menunggu untuk dihitung oleh kasir
juga dapat dikatakan sebagai pelanggan.
2. Pelayan
Pelayan adalah orang atau sesuatu yang memberikan pelayanan.
Seperti halnya pelanggan, pelayan juga tidak harus berupa orang. Misalnya pada
pengambilan uang melalui ATM, mesin ATM dalam hal ini merupakan pelayan.
3. Antrian
Antrian merupakan kumpulan pelanggan yang menunggu untuk dilayani.
Antrian tidak harus merupakan garis tunggu yang memanjang. Misalnya saja
antrian pada panggilan telepon, tidak berupa garis tunggu seperti yang kita
jumpai pada antrian di pembelian tiket bioskop.
Karakteristik Antrian
Karakteristik yang dapat dilihat dari suatu sistem antrian antara
lain :
1. Distribusi kedatangan ( kedatangan tunggal atau kelompok)
Distribusi kedatangan dari pelanggan dapat dilihat dari waktu antar kedatangan
2 pelanggan yang berurutan (interarrival time) . Pola kedatangan ini dapat
bersifat deterministik ( pasti) maupun stokastik (acak). Jika distribusi
kedatangan tidak bergantung pada waktu (time-independent) maka bersifat stasioner.
Sebaliknya jika distribusi kedatangannya bergantung pada waktu, maka bersifat
nonstasioner.
2. Distribusi waktu pelayanan (pelayanan tunggal atau kelompok)
Distribusi pelayanan dapat bersifat deterministik maupun
stokastik. Waktu pelayanan yang sifatnya tetap disebut deterministik. Sedangkan
yang tidak tetap atau acak disebut stokastik. Pelayanan yang tergantung pada
jumlah pelanggan yang sedang menunggu disebut pelayanan state-dependet.
3. Rancangan sarana pelayanan (stasiun serial, paralel atau jaringan)
Pada rancangan sarana pelayanan ini, didalamnya termasuk juga
jumlah server (pelanggan) yang dimiliki oleh sistem pelayanan.
4. Peraturan pelayanan (FCFS, LCFS, SIRO) dan prioritas pelayanan
Peraturan yang dimaksud adalah prosedur yang dapat digunakan oleh
para pelayan untuk memutuskan urutan pelanggan yang dilayani dari antrian.
5. Ukuran antrian (terhingga atau tidak terhingga)
Ukuran antrian artinya jumlah maksimum pelanggan yang diijinkan
berada dalam sistem pelayanan (dalam antrian dan dalam pelayanan).
6. Sumber pemanggilan (terhingga atau tidak terhingga)
Ukuran sumber pemanggilan merupaka ukuran populasi yang potensial
untuk menjadi pelanggan (calling population).
7. Perilaku manusia (perpindahan, penolakan, atau pembatalan)
Dalam sistem antrian,
terkadang terjadi perilaku pelanggan yang keluar dari prosedur. Reneging
(pembatalan) yaitu meninggalkan antrian sebelum dilayani, balking (penolakan)
yaitu menolak untuk memasuki antrian. Pada dasarnya keduanya sama, perbedaannya
terletak pada waktu dimana pelanggan memutuskan untuk tidak memasuki atau untuk
tidak meneruskan prosedur pada sistem pelayanan. Jockeying (perpindahan) adalah
perpindahan dari satu baris antrian ke baris antrian yang lain. Reneging,
balking, dan jockeying merupakan tiga aspek dalam sistem antrian yang sulit
diukur karena pelanggan yang melakukannya sering tidak terdeteksi oleh sistem
yang bekerja.
Pedoman prosedur alokasi tahap pertama mengggunakan prosedur
pedoman sudut barat laut (North West Corner rule). Untuk
metode MODI ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu banyaknya kotak
terisi harus sama dengan banyaknya baris ditambah banyaknya kolom dikurang satu.
Untuk mempermudah penjelasan, berikut ini akan diberikan sebuah contoh. Suatu
perusahaan mempunyai tiga pabrik di W, H, O. Dengan kapasitas
produksi tiap bulan masing- masing 90 ton, 60 ton, dan 50 ton; dan mempunyai
tiga gudang penjualan di A, B, C dengan kebutuhan tiap bulan masing- masing 50
ton, 110 ton, dan 40 ton. Biaya pengangkutan setiap ton produk dari
pabrik W, H, O ke gudang A, B, C adalah sebagai berikut:
Tentukan
alokasi hasil produksi dari pabrik – pabrik tersebut ke gudang – gudang
penjualan dengan biaya pengangkutan terendah.
Solusi:
1. Isilah tabel pertama dari sudut kiri atas
Biaya pengangkutan untuk alokasi tahap pertama sebesar = 50 (20) + 40 (5) +60 (20) +10 (10) + 40 (19) = 3260.
1. Isilah tabel pertama dari sudut kiri atas
Biaya pengangkutan untuk alokasi tahap pertama sebesar = 50 (20) + 40 (5) +60 (20) +10 (10) + 40 (19) = 3260.
2. Menentukan nilai baris dan kolom
– Baris pertama selalu diberi nilai nol
Nilai baris W = Rw = 0
– Nilai baris yang lain dan nilai semua kolom ditentukan berdasarkan persamaan
– Baris pertama selalu diberi nilai nol
Nilai baris W = Rw = 0
– Nilai baris yang lain dan nilai semua kolom ditentukan berdasarkan persamaan
3. Menghitung indeks perbaikan dan memilih titik tolak
perbaikan.
Indeks perbaikan adalah nilai dari kotak yang kosong.
Memilih titik tolak perubahan:
– Kotak yang mempunyai indeks perbaikan negatif berarti bila diberi alokasi akan mengurangi jumlah biaya pengangkutan. Bila nilainya positif berarti pengisian akan menyebabkan kenaikan biaya pengangkutan
– Kotak yang merupakan titik tolak perubahan adalah kotak yang indeksnya bertanda negatif dan angkanya besar. Dalam contoh ternyata yang memenuhi syarat adalah kotak HA dengan nilai -20.
Biaya pengangkutan untuk alokasi tahap kedua sebesar = 90 (5) + 50 (15) + 10 (20) +10 (10) + 40 (19) = 2260
Indeks perbaikan adalah nilai dari kotak yang kosong.
Memilih titik tolak perubahan:
– Kotak yang mempunyai indeks perbaikan negatif berarti bila diberi alokasi akan mengurangi jumlah biaya pengangkutan. Bila nilainya positif berarti pengisian akan menyebabkan kenaikan biaya pengangkutan
– Kotak yang merupakan titik tolak perubahan adalah kotak yang indeksnya bertanda negatif dan angkanya besar. Dalam contoh ternyata yang memenuhi syarat adalah kotak HA dengan nilai -20.
Biaya pengangkutan untuk alokasi tahap kedua sebesar = 90 (5) + 50 (15) + 10 (20) +10 (10) + 40 (19) = 2260
4. Ulangi langkah – langkah tersebut diatas, mulai
langkah 2.2 sampai diperolehnya biaya terendah, yaitu bila sudah tidak
ada lagi indeks yang negatif.
Biaya pengangkutan untuk alokasi tahap ketiga sebesar = 90 (5) + 50 (15) + 10 (10) +20 (10) + 30 (19) = 2070
Biaya pengangkutan untuk alokasi tahap keempat sebesar = 60 (5) + 30 (8) + 50 (15) + 10 (10) + 50 (10) = 1890
Alokasi tahap keempat merupakan alokasi optimal karena indeks perbaikan pada kotak kosong sudah tidak ada yang bernilai negatif.
Biaya pengangkutan untuk alokasi tahap ketiga sebesar = 90 (5) + 50 (15) + 10 (10) +20 (10) + 30 (19) = 2070
Biaya pengangkutan untuk alokasi tahap keempat sebesar = 60 (5) + 30 (8) + 50 (15) + 10 (10) + 50 (10) = 1890
Alokasi tahap keempat merupakan alokasi optimal karena indeks perbaikan pada kotak kosong sudah tidak ada yang bernilai negatif.
Defenisi Moda
Transfortasi Darat,Udara, Laut Dan Aplikasi pada setiap Moda
Moda transportasi
merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan alat angkut yang digunakan
untuk berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain. Moda yang biasanya
digunakan dalam transportasi dapat dikelompokkan atas moda yang berjalan di
darat, berlayar di perairan laut dan pedalaman, serta moda yang terbang di
udara. Moda yang di darat juga masih bisa dikelompokkan atas moda jalan, moda
kereta api dan moda pipa.
Indonesia sebagai negara
kepulauan yang tersebar dengan 17 ribuan pulau hanya bisa terhubungkan dengan
baik dengan sistem transportasi multi moda, tidak ada satu modapun yang bisa
berdiri sendiri, melainkan saling mengisi. Masing-masing moda mempunyai
keunggulan dibidangnya masing-masing. Pemerintah berfungsi untuk mengembangkan
keseluruh moda tersebut dalam rangka menciptakan sistem transportasi yang
efisien, efektif dan dapat digunakan secara aman dapat menempuh perjalanan
dengan cepat dan lancar.
Jaringan transportasi
dapat dibentuk oleh moda transportasi yang terlibat yang saling berhubungan
yang rangkai dalam Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Masing-masing moda
transportasi memiliki karakteristik teknis yang berbeda dan pemanfaatannya
disesuaikan dengan kondisi geografis daerah layanan.
Sistem Transportasi
Nasional (Sistranas) adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara
kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api,
transportasi sungai, danau, dan penyeberangan, transportasi laut serta
transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana,
kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat
pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan
efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus
berkembang secara dinamis
Moda darat
Jalan
Merupakan moda yang sangat kental dalam kehidupan kita sehari-hari
memenuhi kebutuhan transportasi. Moda jalan mempunyai fleksibilitas yang tinggi
sepanjang didukung dengan jaringan infrastruktur.
Kereta api
Merupakan moda yang digunakan pada koridor dengan jumlah
permintaan yang tinggi, dimana alat angkut kereta api yang berjalan diatas rel.
Moda kereta api tidak se fleksibel seperti moda jalan namun hanya dapat
digunakan bila didukung oleh jaringan infrastruktur rel kereta api.
Angkutan Pipa
Merupakan moda yang umumnya digunakan untuk bahan berbentuk cair
atau pun gas, pipa digelar diatas tanah, ditanam pada kedalaman tertentu di
tanah atau pun digelar melalui dasar laut.
Angkutan Gantung
merupakan moda yang biasanya dipakai untuk keperluan khusus.
Misalnya wisata dan bukan untuk keperluan sehari-hari.
Moda Laut
Karena sifat fisik air yang menyangkut daya apung dan gesekan yang
terbatas, maka pelayaran merupakan moda angkutan yang paling efektip untuk
angkutan barang jarak jauh barang dalam jumlah yang besar. Pelayaran dapat
berupa pelayaran paniai, pelayaran antar pulau, pelayaran samudra ataupun
pelayaran pedalaman melalui sungai atau pelayaran di danau. Didalam pelayaran
biaya terminal dan perawatan alur merupakan komponen biaya paling tinggi,
sedangkan biaya pelayarannya rendah. Ukuran kapal cenderung semakin besar pada
koridor-koridor pelayaran utama, dimana pada tahun 1960an ukuran kapal yang
paling besar mencapai 100.000 dwt tetapi sekarang sudah mulai digunakan kapal
tangker MV Knock Nevis[1] 650 ribu ton dengan panjang 458 meter, draft 24,6
meter.
Moda Udara
Moda transportasi udara mempunyai karakteristik kecepatan yang
tinggi dan dapat melakukan penetrasi sampai keseluruh wilayah yang tidak bisa
dijangkau oleh moda transportasi lain. Di Papua ada beberapa kota yang berada
di pedalaman yang hanya dapat dihubungkan dengan angkutan udara, sehingga papua
merupakan pulau dengan lebih dari 400 buah bandara/landasan pesawat/air
strip[2] dengan panjang landasan antara 800 sampai 900 meter. Perkembangan
industri angkutan udara nasional, Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi
geografis wilayah yang ada sebagai suatu negara kepulauan. Oleh karena itu,
Angkutan udara mempunyai peranan penting dalam memperkokoh kehidupan
berpolitik, pengembangan ekonomi, sosial budaya dan keamanan & pertahanan.
Kegiatan transportasi
udara terdiri atas : angkutan udara niaga yaitu angkutan udara untuk umum
dengan menarik bayaran, dan angkutan udara bukan niaga yaitu kegiatan angkutan
udara untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kegiatan pokoknya bukan di bidang
angkutan udara. Sebagai tulang punggung transportasi adalah angkutan udara
niaga berjadwal, sebagai penunjang adalah angkutan niaga tidak berjadwal,
sedang pelengkap adalah angkutan udara bukan niaga.
1. Pemilihan Moda
Transportasi
Pemilihan moda transportasi
sebagaimana dikutip dari Miro (2002) merupakan suatu tahapan proses perencanaan
angkutan yang bertugas untuk melakukan pembebanan perjalanan atau mengetahui
jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau
memilih berbagai moda transportasi yang terseadia untuk melayani suatu titik
asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. Sebagai
contoh, misalkan seorang pelaku perjalanan “A” yang akan melakukan perjalanan
dari asal Padang menuju tujuan Medan dengan maksud perjalanan bisnis/dinas dan
dia dihadapkan kepada masalah memilih alat angkutan apa yang akan dipakainya
yang tersedia melalui jalur titik Padang ke titik Medan: apakah lewat Bus Umum
lewat jalan raya, atau mobil pribadi/dinas, atau dengan pesawat barangkali. Hal
itu tergantung dengan pelaku si “A” yang dipengaruhi oleh sekumpulan faktor
atau variabel.
Model pemilihan moda
bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda.
Bruton (1985), sebagaimana dikutip dari Tamin (1997) mendefinisikan pemilihan
moda sebagi pembagian secara proporsional dari semua orang yang melakukan
perjalanan terhadap sarana trasportasi yang ada, yang dapat dinyatakan dalam
bentuk fraksi, rasio dan prosentase terhadap jumlah orang yang menggunakan
masing-masing sarana transportasi seperti kendaraan pribadi, bus, pesawat
terbang, kereta api dan angkutan umum lainnya.
Beberapa prosedur pemilihan
moda memodelkan pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi, yaitu
antara angkutan umum dan angkutan pribadi. Namun pada beberapa negara terdapat
pilihan lebih dari dua moda. London misalnya, mempunyai moda kereta api bawah
tanah, kereta api, bus dan mobil. Jones (1997), sebagaimana dikutip Tamin
(1997), menekankan dua buah pendekatan umum tentang analisa sistem dengan dua
buah moda.
Bentuk alat (moda)
transportasi/jenis pelayanan transportasi sebagaimana dikutip dari Miro (2002),
secara umum dibagi atas 2 (dua) kelompok besar moda tranportasi yaitu:
1. Kendaraan pribadi
(Private Tranportation), yaitu:
Moda tranportasi yang
dikhususkan buat pribadi seseorang dan seseorang itu bebas memakainya kemana
saja, dimana saja dan kapan saja dia mau, bahkan mungkin juga dia tidak
memakainya sama sekali.
2. Kedaraan umum (Public
Transportation), yaitu:
Moda transportasi yang
diperuntukkan buat orang banyak, kepentingan bersama, menerima pelayanan
bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama serta terikat dengan
peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para
pelaku perjalanan harus wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan
tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih.
Menurut Stopher (1978),
model pemilihan moda yang realistis bersifat dissagregate, behavioral dan
probalistic. Model bersifat dissagregate, bila satuan dasar observasi untuk
kalibrasi model adalah pelaku perjalanan seperti individu (perorangan). Model
bersifat behavioural, dikarenakan dua hal, yaitu menyangkut prilaku (behaviour)
ekonomi konsumen dan prilaku psikologis dalam menentukan pengambilan keputusan
dan model dibuat berdasrkan hipotesisi-hipotesis yang berkaitan dengan
identifikasi variable-variabel yang menentukan pengambilan keputusan untuk
memilih. Model bersifat probalistic, dikarenakan model menunjukan suatu probalitas
hasil dari pengambilan keputusan traveler yang potensial.
2. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pemilihan Moda
Menurut Miro (2002), ada 4
(empat) faktor yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pelaku
perjalanan atau calon pengguna (trip maker behavior). Masing-masing faktor ini
terbagi lagi menjadi beberapa variabel yang dapat diidentikkan. Variabel-variabel
ini dapat dinilai secara kuantitatif dan kualitatif. Faktor-faktor atau
variabel tersebut misalnya:
1) Kelompok faktor
karakteristik perjalanan (Travel Characteristics Factor).
Pada kelompok ini terdapat
beberapa variabel yang dianggap kuat pengaruhnya terhadap perilaku pengguna
jasa moda transportasi dalam memilih moda angkutan, yaitu:
a) Variabel tujuan
perjalanan (trip purpose)
b) Variabel waktu
perjalanan (time of trip made)
c) Variabel panjang
perjalanan (trip length)
2) Kelompok faktor
karakteristik pelaku perjalanan (Traveler Characteristics Factor).
Pada kelompok faktor ini,
seluruh variabel berhubungan dengan individu pelaku perjalanan.
Variabel-variabel dimaksud ikut berkontribusi mempengaruhi perilaku pembuat
perjalanan dalam memilih moda angkutan. Menurut Bruton (1985) variabel tersebut
adalah:
a) Variabel pendapatan
(income)
b) Variabel kepemilikan
kendaraan (car ownership)
c) Variabel kondisi
kendaraan pribadi (tua, jelek, baru dan lain-lain)
d) Variabel kepadatan
pemukiman (density of residential development)
e) Variabel sosial-ekonomi
lainnya, seperti struktur dan ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, jenis
pekerjaan, lokasi pekerjaan, kepunyaan akan lisensi mengemudi (SIM) serta semua
variabel yang mempengaruhi pemilihan moda.
3) Kelompok faktor
karakteristik sistem transportasi (Transportation system Characteristics
Factor).
Pada faktor ini, seluruh
variabel yang berpengaruh pada perilaku si pembuat perjalanan dalam memilih
moda transportasi berhubungan dengan kinerja pelayanan sistem transportasi
seperti berikut:
a) Variabel waktu relatif
(lama) perjalanan (relative travel time) mulai dari lamanya waktu menunggu
kendaraan dipemberhentian (terminal), waktu jalan ke terminal (walk to terminal
time) dan waktu diatas kendaraan.
b) Varibel biaya relatif
perjalanan (Relative travel cost), merupakan seluruh biaya yang timbul akibat
melakukan perjalanan dari asal ke tujuan untuk semua moda yang berkompetisi
seperti tarif tiket, bahan bakar dan lain-lain.
c) Variabel tingkat
pelayanan relatif (relative level of service), merupakan variabel yang cukup
bervariasi dan sulit diukur, contohnya adalah variabel-variabel kenyamanan dan
kesenangan, yang membuat orang beralih ke moda transportasi lain.
d) Variabel tingkat
akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan.
e) Variabel tingkat
kehandalan angkutan umum disegi waktu (tepat waktu/reliability), ketersediaan
ruang parkir dan tarif.
4) Kelompok faktor
karakteristik kota dan zona (special system Characteristics Factor).
Variabel yang ada dalam kelompok
ini contohnya:
a) Variabel jarak kediaman
dengan tempat kegiatan.
b) Variabel kepadatan
penduduk (population density)
Sedangkan menurut Tamin
(1997), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih suatu moda
transportasi, dapat dikelompokan menjadi tiga kategori.
1) Karakteristik pelaku
perjalanan, antara lain :
a) Keadaan sosial ekonomi
serta tingkat pendapatan.
b) Ketersedian atau
kepemilikan kendaraan.
c) Kepemilikan Surat Izin
Mengemudi (SIM).
d) Struktur rumah tangga
(pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, dan lain-lain).
e) Faktor lain, seperti
keharusan menggunakan mobil ketempat bekerja dan keperluan mengantar anak
sekolah.
2) Karakteristik perjalanan
a) Tujuan perjalanan,
misalnya perjalan ketempat kerja, dinegara maju biasanya lebih mudah dengan
angkutan umum karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanan yang sangat baik
serta ongkos lebih murah dibandingkan dengan mobil. Sebaliknya di negara
berkembang orang masih tetap menggunakan mobil pribadi ketempat kerja meskipun
mahal, karena ketepatan waktu, kenyamanan dan pelayanan lainnya tidak dapat
dipenuhi angkutan umum.
b) Waktu terjadinya
perjalanan, perjalanan pada waktu lewat dari jam operasi lebih sulit
diakomodasi dengan angkutan umum.
c) Jarak perjalanan,
semakin jauh perjalanan, orang semakin cenderung memilih agkutan umum
dibandingkan dengan agkutan pribadi.
3) Karakteristik sistem
trasportasi
Tingkat pelayanan yang
ditawarkan oleh masing-masing saran transportasi merupakan faktor yang sangat
menentukan bagi seseorang dalam memilih sarana transportasi. Tingkat pelayanan
ini dikelompokan dalam dua kategori :
a) Faktor-faktor
kuantitatif, seperti :
- Lama waktu perjalanan
yang meliputi waktu didalam kendaraan, waktu menunggu dan waktu berjalan kaki
- Biaya transportasi
(tarif, biaya bahan bakar dan lain-lain)
- Ketersediaan ruang dan
tarif parkir
b) Faktor-faktor
kualitatif, seperti :
- Kenyamanan dan kemudahan
- Keandalan dan keteraturan
- Keamanan
3. Teori Pemilihan
Berdasarkan Prilaku Individu/Konsumen
Perumusan model pemilihan
moda sebagai pemilihan diantara alternatif-alternatif yang ada sangat berkaitan
dengan prilaku individu/konsumen pengambilan keputusan dalam memilih barang
atau jasa.
Dasar teori prilaku
konsumen adalah bahwa setiap Individu dalam memilih barang atau jasa selalu
berusaha memilih yang dianggapnya dapat memberikan kepuasan maksimal. Dalam
menilai suatu barang atau jasa, konsumen sebenarnya lebih menekankan pada nilai
dari sekumpulan atribut yang ditawarkan oleh barang atau jasa tersebut (a
bundle of attribute) dan bukan pada barang atau jasa itu sendiri. Nilai dari
setiap atribut itu biasa disebut sebagai utilitas dan dalam melakukan
penilaian, konsumen dianggap selalu bertindak rasional.
Terkait dengan rasionalitas
ini, asumsi ini dinilai kurang tepat, karena adakalanya terdapat faktor-faktor
yang kurang rasional yang ikut mengambil proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh seseorang, seperti efek prestise ( snob effect), dan efek ikut
arus (back wagon effect).
Berkaitan dengan pemilihan
moda transportasi, konsep rasionalitas dimanfaatkan dalam teori prilaku,
terutama untuk menggambarkan sikap konsisten dan sikap transitif dari konsumen.
Konsistensi artinya dalam situasi yang sama, pilihan atau keputusan yang
diambil konsumen akan tetap sama. Sikap transitif terjadi apabila konsumen yang
lebih menyenangi moda 1 dari pada moda 2 dan moda 2 lebih disenangi daripada
moda 3, maka moda 1 pasti akan disenangi dari pada moda 3.
Persoalan pokok dalam
pendekatan perilaku pemilihan moda transportasi adalah bagaiman mengukur nilai
utilitas dari setiap alternatif moda. Nilai utilitas merupakan fungsi dari
beberapa atribut pelayanan yang mungkin dipersepsikan secara berbeda bagi setiap
Individu, sesuai dengan banyaknya informasi yang diterima dan latar belakang
sosial ekonomi individu.
4. Pendekatan Model
Pemilihan Transporatasi
Beberapa pendekatan yang
dapat dilakukan untuk merumuskan perilaku individu dalam memilih moda angkutan
kedalam model pemilihan moda transportasi :
4.1 Pendekatan Disagregat
Deterministik
Asumsi Pendekatan
Disagregat Deterministik menjadi dasar dari kebanyakan model perjalanan. Dengan
asumsi ini dianggap bahwa pemilihan terhadap sesuatu tidak berubah bila prilaku
perjalanan (traveller) dihadapkan pada sekumpulan alternatif secara
berulang-ulang dan sama persis.
Pedekatan ini mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Pemakai (user) mampu
mengidentifikasi semua alternatif yang ada.
b. Pemakai mampu
mengidentifikasi semua atribut yang ada pada setiap alternatif.
c. Pemakai mampu merumuskan
persepsi dan preferensi tentang atribut-atribut secara eksplisit.
d. Pemakai mampu
menggunakan semua informasi diatas untuk mengambil keputusan.
Miro (2002) merumuskan
bentuk model dari pendekatan disagregat deterministik adalah model persamaan
regresi linear berganda tanpa unsur kesalahan (error) seperti persamaan
berikut:
Dimana:
= Nilai kepuasan
menggunakan Moda i
= Variabel waktu diatas
kendaraan
= Variabel waktu diluar
kendaraan
= Variabel ongkos
transportasi
= konstanta
= Parameter fungsi kepuasan
untuk masing-masing variabel tersebut (koefisien regresi)
4.2 Pendekatan disagregat
stokastik
Asumsi ini bersifat
stokastik dengan melihat kenyataan bahwa proses pemilihan tidak selamanya
bersifat deterministik. Hal ini dikarenakan terdapat ketidakmampuan konsumen
untuk memperoleh informasi secara lengkap baik untuk untuk alternatif moda
maupun atributnya, dan pemilihan moda yang diambil pelaku perjalanan dapat
berubah oleh pengaruh-pengaruh tertentu. Untuk mengatasinya diperlukan unsur
error atau unsur residual yang bersifat random (stokastik).
Berdasarkan pengalaman para
ahli dalam menganalisa prilaku pelaku perjalanan, diperoleh kesimpulan bahwa
model pemilihan determnistik mungkin akan terbatas dalam menjawab suatu
permasalahan yang ada dalam kenyataan yang sebenarnya. Oleh karena itu
dibolehkan pemilihan stokastik, dengan alasan (kanafani, 1983):
1. Perilaku dari
individu-individu yang tidak selalu tepat mengikuti aturan pemilihan yang
rasional dan prilaku yang khas dari pelaku perjalanan tidak dapat diantisipasi
dalam suatu model deterministik.
2. Biasanya tidak
memungkinkan untuk memasukkan semua variabel yang dapat mempengaruhi pemilihan
kedalam suatu rumus atau suatu model pemilihan (kalaupun bisa, akan diperoleh
rumus yang rumit dan tidak praktis).
3. Tidak tersedianya
informasi yang lengkap yang mengakibatkan pelaku perjalanan biasanya kurang
mengerti tentang sistem transportasi dan alternatif-alternatif yang diberikan.
Miro (2002) merumuskan
bentuk model dari pendekatan disagregat stokastik yaitu:
Dimana:
= Nilai (fungsi) kepuasan
menggunakan Moda m
s/d
= Idem di atas
s/d
= Idem di atas
= Faktor kesalahan/unsur
stokastik, yaitu variabel random yang mengikuti bentuk distribisi tertentu.
= Konstanta karakteristik
nilai kepuasan alternatif, apabila seluruh variabel tm s/d cm bernilai 0
4.3 Pendekatan agregat
Menurut Manhein, sebagaimana
dikutip dari Trimukti (2000), pendekatan agregat menganalisa perilaku
perjalanan secara kelompok (sekelompok individu, house hold atau perusahaan).
Agregasi dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Membagi objek atas
beberapa kelompok/segmen/zona yang mempunyai elemen-elemen yang relatif
homogen.
2. Melakukan agregasi dari
data disagregat, dimana fungsi agregat untuk suatu kelompok tertentu dapat
diturunkan dari fungsi utilitas individu sebagai anggota pada kelompok
tersebut.
5. Model Pemilihan Diskrit
Model pemilihan diskrit
dinyatakan sebagai peluang setiap individu memilih suatu pilihan merupakan
fungsi ciri sosio-ekonomi dan daya tarik pilihan tersebut, Tamin (1997). Untuk
menyatakan daya tarik suatu alternatif, digunakan konsep utilitas. Dan menurut
Lancaster (1966), sebagaimana dikutip dari Tamin (1997), alternatif tidak
menghasilkan utilitas, tetapi didapatkan dari karakteristiknya dan dari setiap
individu.
5.1 Himpunan alternatif
Suatu himpunan
alternatif/pilihan (dinotasikan sebagai Cn) merupakan sekumpulan item yang
dapat dipilih, dimana n digunakan untuk menunjukkan pembuat keputusan yang
sedang dihadapkan pada masalah pemilihan hanya satu alternatif dari himpunan
berhingga Cn. Rumusan demikian memungkinkan bahwa individu yang berbeda
mempunyai himpunan alternatif/pilihan yang sama sekali berlainan. Sebagai
contoh, pada saat memutuskan bagaimana pergi ketempat kerja, pilihan moda bagi
beberapa perilaku perjalanan mungkin sangat terbatas, sementara yang lain
memiliki lebih banyak pilihan.
5.2 Utilitas
Dari himpunan alternatif
yang diberikan, pertanyaan selanjutnya adalah bagaiman pembuat keputusan
memilih diantara alternatif yang tersedia dalam Cn? Dalam analisa penelitian,
direpresentasikan daya tarik (attractiveness) atau utilitas dari tiap-tiap
alternatif tersebut sebagai fungsi dari kedua atribut, yaitu atribut alternatif
itu sendiri dan atribut individu.
Utilitas didefinisikan
sebagai ukuran istimewa seseorang dalam menentukan pilihan alternatif
terbaiknya atau sesuatu yang dimaksudkan oleh setiap individu (Tamin, 1997).
Misalkan, utilitas suatu moda angkutan penumpang bagi suatu individu tertentu
bisa jadi direpresentasikan sebagai fungsi dari atribut-atribut berikut:
- Waktu perjalanan
rata-rata
- Waktu tunggu dan waktu
untuk berjalan kaki
- Ongkos yang dikeluarkan
Dan atribut-atribut dari
pembuat keputusan:
- pendapatan
- pemilikan kendaraan
- umur
- pekerjaaan
Bentuk fungsi utilitas
sulit untuk diasumsikan. Untuk kemudahan dalam perhitungan, fungsi utilitas
sering direpresentasikan sebagai parameter-parameter linear (linear in
parameter). Secara umum, fungsi utilitas alternatif i dan pembuat keputusan n
ditulis sebagai:
Uin = β1 xin1 + β2 xin2 +
... + + βK xinK
Dimana :
Uin = Utilitas alternatif i
bagi pembuat keputusan n
xin1, xin2,..., xinK =
Sejumlah K variabel yang menerangkan atribut-atribut allternatif i bagi pembuat
keputusan n
β1, β2, ..., βK =
Koefisien-koefisien yang perlu diinferensikan dari data yang tersedia
5.3 Utilitas Acak
Dalam fungsi pemilihan
determistik, nilai utilitas bersifat pasti (constant utility). Hal ini bisa
terjadi dengan asumsi bahwa pengambil keputusan mengetahui secara pasti seluruh
atribut yang berpengaruh terhadap nilai utilitas setiap moda alternatif dan
pengambil keputusan tersebut memiliki informasi serta kemampuan menghitung
nyaris sempurna pada atribut tersebut. Asumsi ini sulit diterima dalam praktek
kehidupan sehari-hari, sehingga penggunaannya sangat terbatas.
Masalah diatas diatasi oleh
Manski (Tamin, 1997), dengan adanya konsep utilitas acak (random utility),
dimana terdapat empat hal yang menyebabkan terjadinya keacakan tersebut, yaitu:
1. Adanya atribut yang
tidak teramati.
2. Adanya variasi cita rasa
individu yang tidak teramati (unobserved taste variations).
3. Adanya kesalahan
pengukuran (measurement errors) karena informasi dan perhitungan yang tidak
sempurna.
4. adanya variabel acak
yang bersifat instrumental (proksi).
Teori utilitas acak
merupakan kerangka dasar atau paradigma untuk menghasilkan modal pemilihan
diskrit. Domencich and Machfadden (1975) dan Williams (1977), sebagaimana
dikutip dari Tamin (1997), mengemukakan hal berikut:
1. Individu yang berada
dalam suatu populasi (Q) yang homogen akan bertindak secara rasional dan
memiliki informasi yang tepat sehingga biasanya dapat menentukan pilihan yang
dapat memaksimumkan utilitas individunya masing-masing sesuai dengan batasan
hukum, sosial, fisik, waktu dan ruang.
2. Terdapat suatu set A =
(A1, ......., Aj, ......., AN) alternatif yang tersedia dan suatu set vektor
atribut individu X dan alternatifnya. Setiap individu q akan mempunyai atribut
dan set pilihan .
3. Setiap pilihan mempunyai
utilitas Ujq untuk setiap individu q. Pemodel yang juga merupakan pengamat
sistem tersebut tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang semua unsur yang
dipertimbangkan oleh setiap individu yang menentukan pilihan sehingga pemodel
mengasumsikan bahwa Ujq dapat dinyatakan dalam dua komponen yaitu:
- Vjq yang terukur sebagai
fungsi dari atribut terukur x.
- Bagian acak yang
mencerminkan hal tertentu dari setiap individu, termasuk kesalahan yang
dilakukan oleh pemodel. Jadi pemodel dapat menuliskan:
Yang dapat menjelaskan dua
hal yang tidak rasional. Contohnya, dua individu dengan atribut yang sama dan
mempunyai set pilihan yang sama mungkin memilih pilihan yang berbeda dan
beberapa individu tidak selalu memilih alternatif yang lebih baik.
Agar persamaan (2.2) benar,
dibutuhkan populasi yang homogen. Secara prinsip, semua individu mempunyai set
alternatif yang sama dan mempunyai batasan yang sama sehingga untuk mendapatkan
kondisi ini harus dilakukan segmentasi pasar.
4. Individu q mempunyai
alternatif yang memaksimumkan utilitas, individu memilih Aj jika dan hanya
jika:
Dengan :
6. Model Pemilihan Logit
Binomial
Pada model logit binomial
pengambil keputusan dihadapkan pada sepasang alternatif diskrit, dimana
alternatif yang akan dipilih adalah yang mempunyai utilitas terbesar, utiliti
dalam hal ini dipandang sebagai variabel acak.
Menurut konsep utilitas
acak, probabilitas pilihan jatuh pada alternatif i lebih besar daripada
utilitas pada alternatif lain yang termasuk dalam himpunan alternatif.
Sehingga probabilitas
alternatif i yang dipilih oleh individu n dihadapkan pada sejumlah alternatif
Cn sebagai berikut:
Dengan:
Dalam model logit binomial,
Cn terdiri dari dua alternatif (dalam hal ini i dan j), sehingga probabilitas
individu n memilih alternatif i adalah:
Sedangkan probabilitas
memilih alternatif j adalah :
Pjn = 1 – Pin
Model logit dibangun atas
dasar asumsi bahwa akan bersifat bebas dan terdistribusi secara identik
(Independent and Identifically Distributed / IID) menurut fungsi distribusi
logistik atau Gumbel, sebagai berikut:
Maka merupakan skala
parameter positif, maka dihasilkan:
Pada penelitian ini pemilihan moda angkutan penumpang yang akan diamati adalah antara moda pesawat terbang dan bus. Dengan dua alternatif moda maka persamaan (2.11) dapat ditulis sebagai berikut:
Dan:
Probabilitas bahwa individu
memilih bus AC (PBUS) adalah fungsi perbedaan utilitas antara kedua moda.
Dengan menganggap bahwa fungsi utilitas linear, maka perbedaan utilitas dapat
diekspresikan dalam bentuk perbedaan dalam sejumlah n atribut yang relevan
diantara kedua moda, dirumuskan sebagai berikut:
Analisa pengolahan data
diperlukan guna mendapatkan hubungan kuantitatif antara atribut dan respon yang
diekspresikan dalam skala sematik dengan rumusan model seperti pada persamaan
(2.14), dimana UBUS - UTRAVEL menyatakan respon individu terhadap pernyataan
pilihan, a0 adalah konstanta, a1, a2 dan an adalah koefisien masing-masing
atribut yang ditentukan melalui metode least square dan multiple linear
regression.
Dengan cara yang lain,
nilai utilitas sebagai respon individu dapat juga dinyatakan dalam bentuk
probabilitas memilih moda tertentu, seperti diberikan pada persamaan berikut:
Sehingga dari persamaan
(2.14) dan (2.15) dapat dirumuskan bentuk persamaan transformasi sebagai
berikut:
Persamaan (2.16) disebut
sebagai transformasi linear model logit biner atau dikenal sebagai transformasi
Berkson-Theil.
7. Teknik Stated preference
Selama beberapa tahun,
metoda efisiensi stastik telah dikembangkan untuk membuat perkiraan-perkiraan
dari adanya perubahan-perubahan dalam permintaan dan prilaku perjalanan, yang
dihasilkan dari strategi-strategi alternatif. Hal ini sering dibatasi oleh
kualitas yang rendah dari data yang telah dikembangkan dan pembiayaan untuk
memperoleh data tersebut.
Teknik stated preference
menjadi solusi efektif yang menyediakan informasi dengan kualitas yang baik
dari permintaan dan prilaku perjalanan dengan biaya yang sesuai. Juga dapat
mengukur pilihan-pilihan individu terhadap bagian-bagian yang tidak dapat
diukur dengan menggunakan metode penelitian transportasi konvensional. Keistimewaan
teknik ini adalah mengizinkan peneliti untuk bereksperimen. Perencana
transportasi atau operator tidak dapat dengan mudah menempatkan sistem
transportasi baru hanya untuk melihat apakah orang akan menggunakannya, atau
merubah secara terus menerus struktur tarif dari pelayanan bus untuk melihat
bagaimana permintaan meningkat atau turun. Peneliti sendiri tidak sepenuhnya
bisa mengontor situsi yang ada. Maka teknik stated preference dikembangkan
dengan pertimbangan kepuasan dan aplikasi untuk menjadikan alat penelitian
transportasi yang efektif dan berharga.
Teknik stated preference
menunjukan jumlah semua pendekatan-pendekatan yang berbeda dengan menggunakan
pernyataan-pernyataan individu tentang bagaimana mereka merespon situasi yang
berbeda. Dalam hal ini digunakan disain eksperimen untuk membangun serangkaian
alternatif situasi imaginer. Masing-masing individu diminta untuk menunjukkan
bagaimana mereka merespon jika situasi-situasi ini dihadapkan pada mereka
secara nyata, dan pilihan apa yang mereka inginkan untuk melakukan sesuatu dan
membuat rangking/rating atau pilihan dari situasi-situsi tersebut. Peneliti
dapat mengontrol faktor faktor yang disajikan dalam situasi ini, misalnya tarif
pada waktu tempuh seperti terlihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Pilihan
Sederhana Stated Preference Antara Situasi Perjalanan Alternatif
Situasi perjalanan A
Situasi perjalanan B Manakah yang anda pilih
A atau B
Biaya waktu tempuh Biaya
waktu tempuh Pilih A pilih B
£0.40 30 menit £1.00 15
menit √
Beberapa keuntungan dikembangkannya
teknik stated preference :
1. Peneliti dapat dengan
cepat mengontrol pilihan-pilihan yang ditawarkan kepada responden, teknik
stated preference menjamin data cukup berkualitas untuk membangun model
statistik yang lebih baik.
2. Karena pengawasan yang
ada pada peneliti, tampak dari bagian-bagian variabel dapat dipisahkan dari
dampak akibat faktor lainnya.
3. Teknik stated preference
hanya dapat menyajikan dasar yang praktis untuk elevasi dan peramalan.
4. Efisiensi model statistik
dapat dikembangkan dari banyak sampel yang berukuran yang lebih kecil.
Kelemahan dasar teknik
stated preference terletak pada kenyataan bahwa data yang diperoleh menyajikan
pernyataan-pernyataan individu tentang apa yang akan mereka lakukan jika diberikan
pilihan hipotesa.
Sifat utama teknik stated
preference adalah sebagai berikut:
1. Teknik stated preference
didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka
terhadap beberapa alternatif hipotesa.
2. Setiap pilihan direpresentasikan
sebagai ‘paket’ dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway dan
lain-lain.
3. Peneliti membuat
alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap
atribut dapat diestimasi, ini diperoleh dengan teknik disain eksperimen
(experimental disain).
4. Alat interview
(kuisioner) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat dimengerti oleh
responden, tersusun rapi dan masuk akal.
5. Responden menyatakan
pendapatnya pada setiap plihan (option) dengan melakukan rangking, rating dan
pilihan pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan.
6. Respon sebagai jawaban
yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran secara
kuantitatif mengenai hal yang penting (relatif) pada setiap atribut.
Kemampuan penggunaan stated
preverence terletak pada kebebasan membut disain eksperimen dalam upaya
menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian. Untuk membangun
keseimbangan dalam penggunaan teknik stated priference dibuat tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Identifikasi atribut
kunci dari setiap alternatif dan paket yang mengandung pilihan harus
direpresentasikan, dapat diterima dan realistis.
2. Cara didalam memilih
akan disampaikan pada responden dan responden diperkenankan untuk
mengekspresikan apa yang lebih disukainya. Bentuk penyampaian alternatif harus
mudah dimengerti, dalam konteks pengalaman responden dan dibatasi.
3. Strategi sampel harus
dilakukan untuk menjamin perolehan data yang representatif.
7.1 Desain Eksperimen
(Eksperimental Design)
Untuk membuat alternatif
hipotesa yang akan disampaikan kepada responden, penggunaan stated preference
disarankan menggunakan disain eksperimen. Disain eksperimen harus memastikan
bahwa kombinasi atribut yang disampaikan kepada responden bervariasi tetapi
tidak terkait satu dengan yang lainnya. Tujuannya agar hasil dari efek setiap
level atribut atas berbagai tanggapan lebih mudah dipisahkan. Disain pilihan
dan penyampaiannya harus berisi tiga hal:
a. Penyelesaian level
atribut dan kombinasi susunan setiap alternatif
b. Gunakan disain
eksperimen untuk mendapatkan alternatif yang ditawarkan (presentation of
alternatives).
c. Respon yang seperti apa
yang diinginkan dari responden (spesifications of renponses).
Jika jumlah atribut (a) dan
jumlah level yang diambil (n), maka disain akan menentukan disain faktorial
(na), disebut juga sebagai full factorial design, artinya setiap kombinasi
kemungkinan level atribut semuanya dipakai. Apabila jumlah pilihannya terlampau
banyak, kemungkinan besar responden akan kelelahan dalam menentukan pilihan,
sehingga akan menimbulkan tanggapan yang salah atau bahkan diabaikan oleh
responden. Terdapat beberapa cara pendekatan untuk mengurangi jumlah pilihan,
salah satunya adalah dengan cara memisahkan pilihan (options) kedalam bentuk
blok melalui pembauran (confounding) yang disebut sebagai disain replika
sebagian (fractional replication design), yaitu suatu bentuk tiruan dari full
factorial kedalam pilihan dengan jumlah yang lebih sedikit.
2.7.2 Identifikasi Pilihan
(Idendification of preference)
Terdapat 3 (tiga) teknik
atau cara untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi mengenai pilihan
responden terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan kepadanya, yaitu:
1. Rangking Respons
(conjoint measurement)
Pendekatan ini dilakukan
dengan cara menyampaikan seluruh pilihan pendapat kepada responden, kemudian
responden diminta untuk merangkingnya kedalam pilihan lain yang secara tidak
langsung merupakan nilai hirarki dari utilitas. Dalam pendekatan ini seluruh
pilihan dipresentasikan, tapi jumlah alternatif pilihan harus dibatasi agar
tidak melelahkan responden.
2. Rating responses
(fungtional measurement)
Dalam teknik rating ini
responden mengekspresikan derajat pilihan terbaiknya dengan menggunakan aturan
skala semantik dan numerik. Dimana skala didefinisikan dengan kalimat seperti
“pasti memilih A”, “mungkin memilih B” atau “tidak dapat memilih A dan B”.
Responden dapat diminta untuk mengekspresikan pilihannya terhadap masing-masing
pilihan dengan menunjukan ‘skor tertentu’. Jika responden menyatakan pilihan
diantara pasangan pilihan biasanya digunakan skala 1 sampai 5 untuk menunjukan
kemungkinan pilihan. Skor yang diberikan dapat ditransformasikan menjadi
probalitas yang masuk akal dari pilihan-pilihan tersebut, misalnya skor 1 =
0,1; skor 3 = 0,5 dan skor 5 = 0,9.
3. Metode Pemilihan Diskrit (Discrete Choice Models)
Rancangan pilihan meminta
renponden menyeleksi pilihan dari pasangan atau sekumpulan alternatif. Responden
hanya memilih alternatif yang sangat mereka sukai dan mengekspresikan pilihan
dalam bentuk yang analogi dengan suvei revealed preference. Metoda ini biasa
juga diperluas bentuknya dalam skala rating.
2.7.3 Analisa Data Stated
preference
Fungsi utilitas adalah
mengukur daya tarik setiap pilihan (skenario hipotesa) yang diberikan kepada
responden. Fungsi ini merefleksikan pengaruh pilihan responden pada seluruh
atribut yang termasuk dalam stated preference.
Umumnya fungsi utilitas
berbentuk linear, sebagai berikut:
Ui = a0 + a1.x1 + ... +
anxn
Dimana :
Ui = utilitas pilihan i
a0,..., an = parameter
model
x1,..., xn = nilai atribut
Tujuan analisa adalah
menentukan nilai estimasi a0 sampai an dimana nilai tersebut disebut sebagai
bobot pilihan atau komponen utilitas. Dari nilai parameter model, dapat
diketahui efek relatif setiap atribut pada seluruh utilitas. Setelah komponen
utilitas dapat diestimasi, maka selanjutnya dapat digunakan untuk brbagai
tujuan, seperti menentukan kepentingan relatif dari atribut yang termasuk dalam
eksperimen dan menentukan fungsi utilitas untuk peramalan model.
7.4 Estimasi parameter
stated preference
Terdapat beberapa cara yang
secara keseluruhan dapat menentukan komponen utilitas. Empat teknik analisa
stated preference:
1) Naive atau metode grafik
Naive atau metode grafik
digunakan sangat sederhana dengan pendekatan yang didasarkan pada prinsip bahwa
tiap level dari setiap atribut sering muncul sama-sama dalam disain eksperimen
tertentu. Oleh karena itu beberapa ciri utilitas (relatif) dari pasangan level
atribut tersebut dapat ditentukan dengan menghitung rata-rata (mean) nilai
rangking, rating dan choice setiap pilihan yang telah dimasukan kedalam level
tersebut dan membandingkannya dengan rata-rata (mean) yang sama untuk level dan
atribut yang lain. Kenyataannya plotting nilai rata-rata ini pada grafik sering
memberi ciri yang sangat berguna tentang utilitas dari berbagai atribut yang
termasuk dalam eksperimen. Model ini tidak menggunakan teori statistik dan oleh
karena itu gagal dalam memberikan indikasi hasil statistik yang signifikan.
2) Non-metrik scaling
Metoda ini menggunakan
Analisa Monotonic Variance (Monanova), yaitu pendekatan yang digunakan untuk
skala non-metrik dengan menggunakan teknik penyusunan statistik yang secara
khusus dikembangkan untuk menganalisa seluruh urutan rangking pilihan yang
diperoleh dalam eksperimen stated preverence. Metode ini memperkirakan komponen
utilitas melalui cara iterasi, yaitu perkiraan nilai utilitas menyesuaikan pada
setiap alternatif. Komponen utilitas yang pertama dihasilkan dengan menggunakan
metode naive, jika komponen utilitas naive mampu menghasilkan urutan rangking
secara pasti, proses iterasi selesai. Jika metode naive menghasilkan urutan
rangking yang tidak sama dengan yang diberikan oleh responden, komponen
utilitas secara sistematik divariasikan dalam suatu urutan untuk diperbaiki,
yaitu dengan dengan menyesuaikan antara ramalan dan urutan rangking yang
diobservasi sampai dicapai nilai optimum. Metode diterapkan pada setiap
responden secara terpisah dan tidak memberikan secara keseluruhan
goodness-of-fit statistik mengenai ketepatan model. Oleh karena itu teknik ini
menjadi kurang populer dalam studi pengembangan transportasi sekarang ini.
3) Metoda regresi
Teknik regresi secara luas
digunakan dalam pemodelan transaportasi. Dalam penggunaan analisa stated
preference, teknik regresi digunakan pada pilihan rating. Pengolahan data
dilakukan untuk mendapatkan hubungan kuantitatif antara sekumpulan atribut dan
respon individu. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan linear
sebagai berikut:
y = a0 + a1.x1 + a2.x2 +
... + ak.xk
Dimana :
y = respon individu
x1, x2,..., xk = atribut
pelayanan
a1, a2,..., ak = parameter
model
Residual untuk setiap
kejadian dirumuskan sebagai berikut:
= y – (a0 + a1.x1 + a2.x2 +
... + ak.xk)
(a0 + a1.x1 + a2.x2 + ... +
ak.xk)]2
Menggunakan prinsip kuadrat
terkecil, meminimalkan nilai , diperoleh jika turunan parsial berturut-turut
terhadap a0, a1, a2, ...,ak adalah sama dengan nol. Dengan langkah ini maka
akan diperoleh k + 1 persamaan dengan sejumlah k + 1 koefisien regresi,
sehingga masing-masing koefisien regresi dapat ditentukan.
4) Analisa logit
Teknik estimasi pilihan
diskrit, seperti logit, diperlukan teknik statistik yang lebih maju dalam
analisa data stated preference. Meskipun pada mulanya dimaksudkan untuk
menganalisa choice dan diskrit, tipe lain dalam mengukur pilihan seperti rating
dan rangking dapat juga dianalisa sebagai choice data. Estimasi yang dilakukan
didasarkan pada prinsip statistik minimum likelihood.
8. Elastisitas pemilihan
moda
Ortuzar dan Willumsen
(1994), mendefinisikan elastisitas sebagai besarnya pengaruh persentase
perubahan dari variabel tak bebas terhadap variabel bebas lainnya. Elastisitas
juga sering digunakan sebagai ukuran untuk menyatakan perubahan reaksi
permintaan (responsive of demand) terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan (The Demand for Public Transport, 1980). Elastisitas suatu variabel
tidak bebas y terhadap variabel bebas xi dinyatakan sebagai:
Dalam kaitannya dalam
pemilihan moda, elastisitas model berguna sebagai informasi dari model yang
diperoleh dengan mengukur sensitivitas respon pengguna moda terhadap varibel
bebas.
Elastisitas dibedakan atas
dua, yaitu:
1) Elastisitas langsung
(direct-elastcityt), yang berkaitan dengan atribut pelayanan yang diberikan.
Elastisitas langsung
mengukur persentase perubahan didalam probabilitas memilih moda, sebagai hasil
perubahan persentase yang diberikan pada satu atribut didalam fungsi utilitas
moda yang ditentukan.
2) Elastisitas silang
(cross-elastcityt), berkaitan dengan atribut dari pilihan yang saling bersaing.
Elastisitas silang mengukur
persentase perubahan didalam probabilitas memilih moda, sebagai hasil perubahan
persentase yang diberikan pada satu atribut didalam fungsi utilitas alternatif
moda yang ditentukan.
Elastisitas dalam memilih
moda dinyatakan sebagai berikut:
Dengan:
= Elasitas dari
probabilitas dalam memilih moda j, berkaitan dengan perubahan dalam atribut
ke-n yang dinyatakan dalam fungsi utilitas bagi individu i.
= atribut ke-n dalam
memilih moda j, bagi individu i
= probabilitas memilih moda
j, bagi individu i
untuk pembahasan model
logit binomial dinyatakan sebagai :
dan
adalah koefisien dari
atribut
Dengan menyelesaikan
turunan terhadap elastisitas langsung seperti telah didefinisikan pada
persamaan (2.22) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rumusan elastisitas
langsung pemilihan bus AC terhadap perubahan selisih nilai atribut ke-n adalah
:
Dengan cara yang sama
elastisitas silang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rumusan elastisitas silang
pemilihan travel terhadap perubahan selisih nilai atribut ke-n adalah:
9. Studi Kasus Stated
Preference
Beberapa studi mengenai
pemilihan moda transportasi telah dilakukan sebelumnya dan dapat digunakan
sebagai bahan referensi dalam penelitian ini.
Studi-studi tersebut antara
lain:
1) Studi tentang perilaku
parkir di London.
Sebagaimana dikutip dari
Doni (2002) Pada tahun 1990, sebagai bagian dari studi ekspensif tentang
transportasi di London Borough of Merton, Steer Davies Gleave menginvestigasi
pilihan-pilihan warga lokal dan pengunjung terhadap perbedaan tingkat
penggunaan parkir. Dua survei stated preference dilaksanakan. Yang pertama
menggunakan portable computers diruangan pengujian yang dibawa oleh pengunjung
menuju dua lokasi kunci, perdagangan dan perkantoran yang ada di Borough. Yang
kedua menggunakan disain sederhana yang dilampirkan pada survei yang dijalankan
pada pewawancara-pewawancara diseluruh wilayah Borough terhadap warga lokal.
Latihan-latihan stated
preference pada survei pertama meneliti model pemilihan antara kendaraan
pribadi dan bus. Sampel dari 208 pengemudi kendaraan yang diperoleh, terbagi
hampir sama antara perjalanan untuk kerja dan bukan kerja. Waktu perjalanan,
ongkos bus, waktu akses/egres dan pergantian diteliti. Sebagai tambahan,
dimasukkan dua atribut yang berhubungan dengan dampak dari keterbatasan parkir,
yaitu tarif parkir dan lama waktu parkir. Software “game Generator” digunakan
untuk menciptakan penyesuaian discrete choice. Penyesuaian algoritma pada
program dicoba secara sistematik untuk menciptakan situasi-situasi pilihan yang
mana akan mendorong pengendara kendaraan pribadi beralih pada bus.
Model logit dikalibrasikan
untuk segmen bekerja dan tidak bekerja. Penemuan utama dari survei pertama
bahwa pengeandara kendaraan pribadi lebih sensitif terhadap perubahan tarif
parkir dari pada perubahan tarif bus. Waktu yang dihabiskan untuk mencari
tempat parkir juga dinilai sangat tinggi jika dibandingkan waktu dalam
perjalanan. Secara umum biaya selama diperjalanan, akses/egres dan waktu parkir
dimasukan oleh stated preference survei yang digunakan sebagai parameter
didalam sebuah model peramalan yang dibangun dari software pemodelan MOTORS
Steer Davies Gleave.
Pengujian stated preference
kedua disajikan dalam bentuk kartu (card). Responden diberikan sepasang pilihan
antara alternatif rencana parkir bagi warga setempat. Dua atribut masing-masing
dengan tiga tingkatan, diteliti: biaya tahunan bagi warga yang memakai daerah
parkir dan efisiensi daerah parkir dengan memastikan bahwa daerah warga
setempat dapat memarkir kendaraannya di luar rumah. Disain faktorial eksperimen
yang digunakan (32 = 9 kasus). Kasus-kasus pada disain ini dipresentasikan.
Sembilan kasus tersebut dihasilkan dari disain mencapai hingga 36 pasang untuk
diperlihatkan dalam setiap wawancara. Hal ini jelas melampaui batas, maka
jumlahnya direduksi dengan memindahkan pasangan dimana sebuah pilihan
benar-benar mendominasi yang lain. Prosedur ini mereduksi jumlah pasangan
menjadi sembilan pada setiap wawancara.
Dari 800 warga yang
diwawancarai dalam survei ini, sebanyak 450 pemilik kendaraan memarkir
kendaraannya di jalan dan memenuhi syarat untuk ikut serta diuji stated
preference ini. Model logit distimasi untuk pilihan diskret antara sepasang
pilihan. Model sebaran dapat dibangun untuk empat daerah utama di Borough.
Menggunakan pilihan tetap yang disusun dari data stated preference, model
prediksi sederhana disusun untuk memprediksi kemungkinan keikutsertaan warga
setempat dalam rencana perparkiran, melalui rentang harga dan perbedaan tingkat
efisiensi.
2) Studi Tentang Pemilihan
Moda Transportasi Antara Kendaraan Pribadi Dan Angkutan Umum Untuk Perjalanan
Kerja (Studi Kasus : Peruamahan Banyumanik Semarang)
Berdasarkan pengolahan data
dan analisa data hasil survei yang dilakukan oleh Mulyanto, Y (1995)
sebagaimana dikutip dari Trimukti (2000) diperoleh faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk perjalanan kerja dari daerah
studi, yaitu:
1. biaya perjalanan
2. waktu tempuh
3. tingkat penghasilan
(faktor sosial)
4. kondisi jalan penghubung
antara daerah pemukiman dengan daerah (lokasi) tempat kerja.
Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh model matematis yang dapat diterima berupa model rasio,
yaitu:
LOG {P(B)/P(A)} = - 1,4736
LOG {C(B)/C(A)} – 0,5717
Dengan koefisien
determinasi (R2) = 0,8101
Dan derajat konfidensi =
96,26 %
Keterangan untuk model
tersebut adalah:
P(A) = probabilitas
pemilihan Moda A (kendaraan bermotor pribadi)
P(B) = probabilitas
pemilihan Moda A (angkutan pribadi)
C(A) = biaya perjalanan
kerja dengan menggunakan Moda A
C(B) = biaya perjalanan
kerja dengan menggunakan Moda B
Dari model yang diperoleh,
ternyata faktor yang paling menentukan dalam pemilihan moda transportasi adalah
biaya perjalanan dalam bentuk rasio. Hal ini sesuai dengan kenyataan didaerah
studi yang berpenduduk mayoritas tingkat menengah kebawah. Selain itu juga
sesuai dengan tindakan memilih, sebab tindakan tersebut merupakan tindakan
membandingkan antara alternatif-alternatif yang ada.
3) Studi tentang Model
Pemilihan dan Tingkat Kebutuhan Angkutan Taksi di Kota Padang.
Studi ini dilakukan oleh
Yosritzal (2000), yang bertujuan untuk menentukan karakteristik pengguna taksi
di kota Padang, menyusun model pemilihan taksi di kota padang berdasarkan
beberapa kondisi hipotesa dan juga memperkirakan tingkat kebutuhan taksi di
kota padang.
Atribut yang digunakan dalam
merancang beberapa kondisi hipotesa ini adalah waktu tunggu, waktu tempuh,
ongkos perjalanan dan pendapatan.
Formulasi model yang
dihasilkan adalah merupakan fungsi utilitas yang berbentuk linear, dimana
variabelnya adalah atribut sosio-ekonomi dan karakteristik kendaraan taksi.
Dari hasil regresi diperoleh model untuk seluruh responden sebagai berikut :
U(PT-PL) = -1,36 – 0,16
WAIT – 0,06 INV – 0,18 COST – 1,57 INC
(-9,22) (-16,07) (-11,93)
(-9,05) (8,09)
(Nilai t-stat dalam tanda
kurung, R2 = 0,18)
Dimana:
WAIT = waktu tunggu
INV = waktu tempuh
COST = ongkos perjalanan
INC = pendapatan
4) Studi Tentang Pemilihan
Moda Angkutan Umum Penumpang Bus Patas AC Dan Ka Eksekutif Lintas
Jakarta-Surabaya.
Studi ini dilakukan oleh
Fatimah, S (1996) sebagaimana dikutip dari Trimukti (2000), yang berusaha
mengungkapkan variabel-variabel yang mempengaruhi konsumen dalam memilih antara
Bus Patas AC dan KA Eksekutif pada Lintas Jakarta-Surabaya. Variabel-variabel
tersebut diturunkan dan atribut pelayanan moda yang meliputi biaya, waktu,
keamanan, kenyamanan.
Dari hasil analisa dengan
menggunakan model logit binomial diperoleh variabel-variabel yang mempengaruhi
konsumen dalam memilih moda, yaitu ketepatan jadwal, biaya akses, harga tiket,
waktu tempuh perjalanan, kenyamanan tempat duduk, kenyamanan pengendaraan,
kebersihan toilet dan keselamatan terhadap resiko kecelakaan penumpang.
5) Studi tentang Analisa
Preferensi Pemilihan Moda Pesawat Terbang dan KA Eksekutif Rute Jakarta-Bandung
dan Sebaliknya Menggunakan Model Logit.
Dalam studi ini oleh
Wiyono, H. W (1996) sebagaimana dikutip dari Trimukti (2000), identifikasi
terhadap faktor-faktor yang bersifat kuantitatif (waktu dan ongkos) maupun
kualitatif (kemudahan, kenyamanan dan keselamatan). Studi ini dilakukan melalui
survei dan tingkat pengamatan berdasarkan informasi dan perilaku individu yang
terlibat langsung dalam proses pemilihan moda tersebut (disagregat).
Selanjutnya hubungan antara
faktor-faktor tersebut dengan persentase pemilihan moda dinyatakan dalam suatu
model matematis. Dan berdasarkan hasil estimasi parameter untuk tingkat
signifikansi 0,05 maka model pemilihan moda adalah sebagai berikut:
Untuk arah perjalanan
Bandung-Jakarta :
Sedangkan untuk arah
perjalanan Jakarta-Bndung adalah :
Nilai konstanta estimasi
baik pada model untuk Jakarta-Bandung maupun Bandung-Jakarta keduanya bertanda
positif. Sehingga untuk kasus diatas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
preferensi relatif pilihan konsumen ada pada moda pesawat terbang.
6) Studi Tentang Tingkat
Kebutuhan Taksi di Kotamadya Bandung dengan Menggunakan Teknik Stated
Preference.
Survei dilakukan oleh
Kurniati (2000), terhadap keadaan sekarang dan keadaan yang dihipotesakan.
Atribut yang digunakan dalam disain eksperimen adalah perubahan tingkat
pendapatan, waktu tempuh rata-rata, biaya rata-rata dan kualitas pelayanan.
Dalam penelitian ini diperoleh persamaan utilitas sebagai berikut:
U(PT) – U(PL) = 0,19369 +
0,01567 INCOME – 0,04095 TIME – 0,00027 COST
(2,03) (11,06) (-11,56)
(-18,8)
+ 0,03197 SERVICE
(22,57)
(Nilai t-stat dalam tanda
kurung, R2 = 0,244)
7) Studi Tentang
Probabilitas Kendaraan Roda-2 Menyebrangi Sungai Kapuas Menggunakan Jembatan
dan Kapal.
Berdasarkan analisa dan
pembahasan yang dilakukan oleh Akhmadali (1992) sebagaimana dikutip dari
Trimukti (2000), diketahui bahwa perilaku pengemudi kendaraan bermotor roda-2
dalam memilih sarana penyebrangan kapal dan jembatan, dipengaruhi oleh faktor-faktor:
a) Jarak tempuh
b) Waktu tempuh
c) Biaya perjalanan yang
dikeluarkan
d) Nilai waktu
Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan jumlah pemakai kapal adalah:
a) Dengan mengatur kembali
jadwal keberangkatan yaitu memperpendek waktu muat kapal.
b) Naiknya harga bahan
bakar bensin.
c) Adanya kemacetan
lalulintas dijembatan.
Faktor-faktor yang dapat
menurunkan jumlah pemakai kapal adalah:
a) Menaikan harga tiket
kapal
b) Meningkatnya tingkat
pendapatan masyarakat
8) Studi Tentang Pemilihan
Moda Angkutan Penumpang Antar Kota Antara Moda Kereta Api dan Bus Rute
Bandung-Jakarta
Studi ini dilakukan oleh
Trimukti (2000), yang berusaha mengungkapkan variabel-variabel tersebut
diturunkan dari atribut pelayanan moda yang meliputi biaya, waktu, jadwal keberangkatan
(headway) dan tingkat pelayanan.
Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh model matematis yang dapat diterima berupa persamaan
model Polynomial Hiperbolik, yaitu:
Y = 0,082763 - 0,00027 X1 -
1,41455.10-8 X12 + 1,20504.10-12 X13
- 1,020227 X2 - 0,130181
X22 - 0,0085223 X23 - 0,014499 X3
- 0,000273 X32 +
5,30619.10-7 X33 + 0,063163 X4 + 0,000235 X42
- 1,46678.10-5 X43
(nilai R2 = 0,403135)
Dimana:
Y = Utilitas (KA – Bus)
X1 = Biaya (Selisih biaya
perjalanan antara kereta api dan bus)
X2 = Waktu (Selisih waktu
tempuh perjalanan antara kereta api dan bus)
X3 = Headway (Selisih
headway antara kereta api dan bus)
X4 = Pelayanan (Selisih
tingkat pelayanan antara kereta api dan bus)
contoh kasus dalam pemilihan rute
pertumbuhan dan perkembangan jumlah penduduk di Kota Banda Aceh
pada saat ini tumbuh dengan pesat, oleh karena itu perlu diimbangi dengan
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai guna memenuhi kebutuhan warga
kota. Kebutuhan akan perjalanan ini menuntut adanya pemilihan rute terbaik dari
satu tempat ke tempat lainnya sehingga dapat mengefisiensikan jarak, waktu dan
biaya yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tersebut. Banyak rute yang
menghubungkan Mesjid Raya Baiturrahman (Jl. Chik Pante Kulu) – Gapura Kopelma
Darussalam sebagian besar merupakan ruas jalan utama di Kota Banda Aceh yang
pada saat jam-jam sibuk akan mengalami peningkatan kepadatan dalam pergerakan
lalu lintas. Metode Algoritma Djikstra merupakan metode untuk pemilihan rute
terpendek. Algoritma ini menggunakan Graf dalam penjelasannya, dimana bobot
minimum menjadi solusi. Dalam kasus ini yang menjadi bobot adalah nilai waktu
tempuh. Perhitungan dengan menggunakan Metode Algoritma Djikstra ini didapat
rute II, Mesjid Baiturrahman (Jl. Chik Pante Kulu) – Jl. Pangeran Dipenogoro –
Jl. Sultan Mansyursyah – Jl. Chik Ditiro – Jl. Hasan Dek – Jl. Daud Beureuh –
Gapura Kopelma Darussalam (Jl. T. Nyak Arief) sebagai rute tercepat saat waktu
puncak (On Peak) dengan waktu tempuh 27 menit 28 detik dan rute II, Mesjid Baiturrahman
(Jl. Chik Pante Kulu) – Jl. Pangeran Dipenogoro – Jl. Sultan Mansyursyah – Jl.
Chik Ditiro – Jl. Hasan Dek – Jl. Daud Beureuh – Gapura Kopelma Darussalam (Jl.
T. Nyak Arief) sebagai rute tercepat saat jam tidak sibuk dengan waktu tempuh
17 menit 48 detik. Rute II merupakan rute terbaik saat waktu puncak (on peak)
maupun waktu tidak sibuk (off peak) menurut perhitungan aplikasi Algoritma
Djikstra. Hasil survei dilapangan membuktikan algoritma Djikstra tidak selalu
memberikan hasil optimal karena keadaan di lapangan saat waktu puncak (on peak)
rute I Mesjid Baiturrahman (Jl. Chik Pante Kulu) – Jl.Pangeran Dipenogoro – Jl.
Daud Beureuh – Jl. T. Nyak Arief - Gapura Kopelma Darussalam memiliki waktu
tercepat 27 menit 05 detik.
Elemen sistem antrian
Elemen sistem antrian merupakan komponen yang merupakan bagian
atau anggota dari sistem antrian, yaitu :
1. Pelanggan
Pelanggan adalah orang atau barang yang menunggu untuk dilayani.
Arti dari pelanggan tidak harus berupa orang, misalnya saja antrian pada loket
pembayaran di supermarket, orang yang menunggu giliran membayar termasuk
pelanggan, begitu juga barang-barang yang menunggu untuk dihitung oleh kasir
juga dapat dikatakan sebagai pelanggan.
2. Pelayan
Pelayan adalah orang atau sesuatu yang memberikan pelayanan.
Seperti halnya pelanggan, pelayan juga tidak harus berupa orang. Misalnya pada
pengambilan uang melalui ATM, mesin ATM dalam hal ini merupakan pelayan.
3. Antrian
Antrian merupakan kumpulan pelanggan yang menunggu untuk dilayani.
Antrian tidak harus merupakan garis tunggu yang memanjang. Misalnya saja
antrian pada panggilan telepon, tidak berupa garis tunggu seperti yang kita
jumpai pada antrian di pembelian tiket bioskop.
Karakteristik Antrian
Karakteristik yang dapat dilihat dari suatu sistem antrian antara
lain :
1. Distribusi kedatangan ( kedatangan tunggal atau kelompok)
Distribusi kedatangan dari pelanggan dapat dilihat dari waktu antar kedatangan
2 pelanggan yang berurutan (interarrival time) . Pola kedatangan ini dapat
bersifat deterministik ( pasti) maupun stokastik (acak). Jika distribusi
kedatangan tidak bergantung pada waktu (time-independent) maka bersifat
stasioner. Sebaliknya jika distribusi kedatangannya bergantung pada waktu, maka
bersifat nonstasioner.
2. Distribusi waktu pelayanan (pelayanan tunggal atau kelompok)
Distribusi pelayanan dapat bersifat deterministik maupun
stokastik. Waktu pelayanan yang sifatnya tetap disebut deterministik. Sedangkan
yang tidak tetap atau acak disebut stokastik. Pelayanan yang tergantung pada
jumlah pelanggan yang sedang menunggu disebut pelayanan state-dependet.
3. Rancangan sarana pelayanan (stasiun serial, paralel atau
jaringan)
Pada rancangan sarana pelayanan ini, didalamnya termasuk juga
jumlah server (pelanggan) yang dimiliki oleh sistem pelayanan.
4. Peraturan pelayanan (FCFS, LCFS, SIRO) dan prioritas pelayanan
Peraturan yang dimaksud adalah prosedur yang dapat digunakan oleh
para pelayan untuk memutuskan urutan pelanggan yang dilayani dari antrian.
5. Ukuran antrian (terhingga atau tidak terhingga)
Ukuran antrian artinya jumlah maksimum pelanggan yang diijinkan
berada dalam sistem pelayanan (dalam antrian dan dalam pelayanan).
6. Sumber pemanggilan (terhingga atau tidak terhingga)
Ukuran sumber pemanggilan merupaka ukuran populasi yang potensial
untuk menjadi pelanggan (calling population).
7. Perilaku manusia (perpindahan, penolakan, atau pembatalan)
Dalam sistem antrian,
terkadang terjadi perilaku pelanggan yang keluar dari prosedur. Reneging
(pembatalan) yaitu meninggalkan antrian sebelum dilayani, balking (penolakan)
yaitu menolak untuk memasuki antrian. Pada dasarnya keduanya sama, perbedaannya
terletak pada waktu dimana pelanggan memutuskan untuk tidak memasuki atau untuk
tidak meneruskan prosedur pada sistem pelayanan. Jockeying (perpindahan) adalah
perpindahan dari satu baris antrian ke baris antrian yang lain. Reneging,
balking, dan jockeying merupakan tiga aspek dalam sistem antrian yang sulit
diukur karena pelanggan yang melakukannya sering tidak terdeteksi oleh sistem
yang bekerja.
https://nungkidyah.wordpress.com/2013/09/24/metode-transportasi/